Selasa 16 Aug 2016 05:32 WIB

Pemprov DKI Diminta Sediakan Ruang Khusus Merokok

Larangan merokok
Foto: EPA
Larangan merokok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah DKI Jakarta diingatkan untuk mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan agar tersedia ruang merokok di lokasi perkantoran, gedung, hingga ruang publik.

Mahkamah Konstitusi dalam putusan uji materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan pemerintah harus menyediakan tempat khusus merokok. Mahkamah berpendapat, bila pemerintah tidak menyediakan tempat khusus untuk merokok, hal itu akan menghilangkan hak publik. Pasalnya, merokok adalah perbuatan yang legal secara hukum.

Adapun terkait hasil survei yang dirilis salah satu harian nasional dengan mengutip data dari YLKI dan kelompok antitembakau, bahwa "Jakarta Belum Bebas dari Asap Rokok", tidak bisa direduksi dengan menghilangkan hak-hak perokok.

 

"Tidak ada pilihan lain, pemerintah daerah harus mematuhi isi putusan MK yang memerintahkan disediakan ruang khusus merokok, memangnya ruang publik itu hanya untuk mereka yang tidak merokok, itu jelas tidak adil," kata pengamat hukum bisnis Margarito Kamis, saat dihubungi media, Senin (15/8).

Menurut Margarito, aturan-aturan yang kian memojokkan perokok tak lain tak bukan hanya akal-akalan para pesaing industri tembakau Indonesia. "Ini hanya akal akalan para pesaing dalam dunia bisnis saja," ujarnya.

Margarito menegaskan, pemerintah daerah, tidak usah berkelit dengan memberi argumen macam-macam membatasi gerak perokok dengan dalih melindungi yang tidak merokok. "Tidak usah berkelit karena putusan MK itu lebih kuat ketimbang aturan pemerintah daerah, jangan sampai ruang publik itu dimiliki kelompok tertentu, yang tidak merokok saja. Jika pemda memaksakan melarang semua tempat untuk merokok, maka pemda itu hanya cari citra memenuhi kepentingan sekelompok pihak tertentu," ucap dia menegaskan.

Misal, kata Margito, Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang sedang dibahas DPRD DKI Jakarta dinilai tidak masuk akal karena diatur sanksi bagi perokok aktif berupa pembatasan pelayanan administrasi kependudukan serta kesehatan. Menerima pelayanan administrasi kependudukan dan kesehatan adalah hak konstitusional semua warga negara. Tidak langsung hilang haknya karena yang bersangkutan merokok.

"Pemerintah daerah tidak bisa membikin aturan hukum demi kepentingan tertentu. Mengatur Kawasan Tanpa Rokok (KTR), tapi perokok diberi sanksi tidak menerima pelayanan administrasi kependudukan dan kesehatan. Apa dasarnya, ini mengada-ada," ucap Margarito.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement