REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Misteri kematian Wayan Mirna Salihin masih belum terungkap. Pasalnya, terdakwa Jessica Kumala Wongso belum dapat dibuktikan sebagai pelaku di pengadilan.
Bahkan, hingga sidang ke-12 kasus ini masih belum mencapai putusan, sehingga sidang itu pun menjadi tontonan masyarakat di televisi seperti halnya sinetron.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Al- Azhar Indonesia, Dr. Suparji mengungkap alasan kasus ini ibarat sinetron alias belum menemukan titik temu. Menurut dia, perkara ini sudah menjadi konsumsi publik. Karena itu, bebas atau tidaknya Jessica akan memunculkan persepsi baru bagi masyarakat.
"Jika hakim menganggap salah Jessica, maka akan muncul pertanyaan dari keluarga Jessica, apa buktinya?" kata dia dalam peluncuran buku "PK Jaksa Pasca Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016: Executable Atau Non-Execitable" di Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta Selatan, Selasa (16/8).
Namun, lanjut dia, jika penegak hukum melepaskan Jessica maka akan muncul pertanyaan sebaliknya. Karena itu, jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum Jessica sama-sama ngotot dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Sementara, jika Jessica dilepas nanti akan muncul pertanyaan. Ada korban yang dibunuh, tapi kenapa pelakunya tidak ada?," ucap dia.
Selain itu, menurut Suparji, polisi dan kejaksaan juga tidak ada sinergitas dalam menangani kasus tersebut. Karena sebelumnya menjelang dua hari Jessica bebas, Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) sempat tak kunjung lengkap. Setelah hampir 120 hari baru BAP dinyatakan lengkap (P21).
Seperti diketahui, Jessica Kumala Wongso diduga membunuh Mirna dengan cara membubuhi kopi dengan racun sianida. Dalam persidangan, Jessica didakwa oleh Majelis Hakim, Kisworo lantaran melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.