Rabu 17 Aug 2016 12:24 WIB

Nauru Bantah Laporan Pelecehan di Kamp Pengungsian

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi di Nauru.
Foto: ABC
Pengungsi di Nauru.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Nauru mengklaim adanya laporan rekayasa yang mengklaim pencari suaka menghadapi kekerasan, pelecehan dan perlakuan memalukan di fasilitas imigrasi Australia di pulau Pasifik. Pihak berwenang Nauru mengatakan pengungsi telah menjadi pion politik.

Pelepasan lebih dari 2.000 laporan bocor insiden di Nauru merinci tuduhan pelecehan dan menyakiti diri, termasuk anak-anak yang ingin bunuh diri. Hal ini memicu panggilan untuk penyelidikan parlemen.

Seperti diberitakan Channel News Asia, Rabu (17/8), pemerintah Nauru mengatakan dokumen bocor berisi klaim dari tahun 2013-2015 sebagian besar dibuat pencari suaka dengan harapan direlokasi ke Australia.

"Sebagian besar pengungsi dan advokat klaim Nauru dibuat untuk tujuan mencapai Australia. Jadi yang disebut laporan hanya berdasarkan klaim ini," cicit pemerintah di Twitter, Selasa (16/8).

Dalam cicitan kedua, pemerintah menuduh media sayap kiri Australia, anggota parlemen Partai Hijau dan advokat pengungsi menggunakan pengungsi sebagai pion untuk agenda politik mereka. "Sangat menyedihkan," katanya.

Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton pekan lalu mengatakan beberapa kejadian yang dilaporkan dalam file bocor merupakan tuduhan palsu. "Karena pada akhirnya orang telah membayar uang kepada penyelundup dan mereka ingin datang ke negara kami," katanya.

Tapi dokumen telah memicu tuntutan untuk pengawasan yang lebih besar dari operasi di Nauru. Di sana beberapa pencari suaka telah hidup selama tiga tahun dengan akses sulit bagi advokat pengungsi dan wartawan.

Sebuah laporan berdasarkan wawancara peneliti dari Amnesty International dan Human Rights Watch bulan lalu dengan mereka yang ditahan di Nauru menemukan pencari suaka dan pengungsi di pulai mengalami pelecehan berat, perlakuan tidak manusiawi dan pengabaian.

Laporan itu menuduh pemerintah Australia gagal mengatasi pelanggaran serius akibat kebijakan yang disnegaja untuk mencegah pencari suaka tiba di negara itu dengan perahu. Penahanan lepas pantai memiliki dukungan bipartisan di Australia, namun dokter, pengacara dan advokat pengungsi telah mengecam keras kamp-kamp. Mereka beralasan beberapa pencari suaka menderita masalah kesehatan mental akibat penahanan berkepanjangan dan tak terbatas.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement