Jumat 19 Aug 2016 16:52 WIB

Gelar Brigjen Luhut L Panjaitan Resmi Dicabut

Rep: Mabruroh/ Red: Ilham
Komandan Korps Brimob Polri Inspektur Jenderal Polisi Drs Murad Ismail (kanan)
Foto: ist
Komandan Korps Brimob Polri Inspektur Jenderal Polisi Drs Murad Ismail (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Brigadir Mobil (Brimob) Irjen Murad Ismail mengatakan, gelar Brigadir Jenderal (Brigjen) Luhut L Panjaitan resmi dicabut. Namun, gelar kehormatan untuk Luhut tetap melekat.

Murad mengatakan, pihaknya dan kapolri sudah merapatkan perihal gelar brigjen bagi Luhut. Hasil rapat, kata dia, menyatakan gelar tersebut telah resmi dicabut.

"Saya diperintah Pak Kapolri dan saya kemarin sudah rapat dan kita cabut surat keputusan pangkat tituler itu," ujar Murad, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/8).

Menurut Murad, tidak ada yang salah dengan pemberian pangkat tersebut. "Sebenarnya tidak ada yang salah. Dulu waktu kartu piagam itu, dia juga tidak ada pangkatnya. Ya memang kalau orang dulu bilang dia anggota wantimpres, itu tidak benar," jelasnya.

Sedangkan, untuk gelar kehormatan, sambung Murad, gelar tersebut masih melekat. Sebab, Luhut pernah memiliki jasa sebagai ajudan dan merawat kepala Brimob pertama M Yasin.

"Pak Luhut itu yang jaga Pak Yasin sampai meninggal. Pak Yasin kan Bapak Brimob pertama, bapak polisi kita. Jadi itu Brimob merasa terharu zaman itu mungkin, karena ada masukan-masukan sehingga dikasih warga kehormatan," ujar dia.

Seperti diketahui, Luhut Panjaitan sendiri sempat diamankan oleh Paspampres dalam upacara peringatan HUT ke-71 Kemerdekaan RI. Luhut dianggap sebagai polisi gadungqn yang menggunakan atribut polisi saat upacara yang berlangsung di istana (17/8) kemarin. 

Namun, setelah diselidiki, Luhut bukanlah polisi gadungan. Ternyata Luhut memiliki undangan resmi sebagai tamu kehormatan Brimob yang diundang ke istana.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement