REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengakui perlindungan warga Indonesia di luar negeri merupakan tantangan terbesar yang dihadapi diplomasi Indonesia.
"Banyak sekali tantangan yang kita hadapi, saya ingin mengambil satu contoh dari sekian tantangan yang ada, yaitu perlindungan WNI karena mobilitas sangat tinggi yang menyebabkan WNI tersebar di mana-mana," kata Menlu Retno di kantor Kemlu Pejambon, Jakarta, Jumat (19/8).
Retno menjelaskan situasi dunia yang tidak selalu stabil dan damai akan berdampak pada keamanan WNI di luar negeri, kemungkinan situasi itu berdampak pada WNI di luar negeri. "Oleh karena itu, dari waktu ke waktu kita sangat menyadari pentingnya pelaksanaan perlindungan WNI bagi kelangsungan politik luar negeri karena banyak sekali yang tinggal di luar negeri yang memerlukan bantuan pemerintah terutama yang sedang mengalami masalah hukum," kata dia.
Menlu kemudian mencontohkan evakuasi WNI dari Yaman saat terjadi konflik internal pada 2015 yang berhasil memulangkan ribuan WNI ke Indonesia. "Pemerintah Indonesia berhasil mengevakuasi ribuan WNI dari Yaman, dan itu merupakan satu dari operasi terbesar yang pernah dilakukan Kemenlu bekerja sama dengan instansi lainnya," kata dia.
Untuk tantangan perlindungan WNI saat ini, Retno mengatakan pemerintah berupaya keras membebaskan delapan WNI yang masih disandera kelompok bersenjata di selatan Filipina sejak Juni 2016. Ia mengatakan semua kementerian dan lembaga terkait, yakni Kemenlu, kementerian pertahanan, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) tengah bekerja di bawah koordinasi pusat krisis yang dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.
"Upaya ini betul-betul memerlukan konsentrasi dan upaya sangat tinggi karena, sekali lagi, lokus tidak ada di kita tapi ada di negara lain, dan yang kedua, situasi di lapangan sangat dinamis," kata dia.
Upaya pembebasan sandera WNI dari kelompok bersenjata di selatan Filipina menemukan sedikit titik terang setelah dua Anak Buah Kapal (ABK) bernama Muhammad Sofyan pada 17 Agustus, dan Ismail pada 18 Agustus, berhasil bebas dan diselamatkan ke Kota Zamboanga, Filipina.
Ismail dan Muhammad Sofyan adalah dua WNI dari tujuh ABK Tugboat Charles yang dibajak kelompok bersenjata di perairan Sulu, selatan Filipina pada 20 Juni 2016. Berikut nama-nama ABK Charles yang masih disandera, Ferry Arifin, Muh Mahbrur Dahri, Edi Suryono, Muhammad Nasir, dan Robin Piter.
Selain itu, terdapat tiga WNI ABK lainnya yang juga masih disandera kelompok bersenjata Filipina, namun bukan ABK dari perusahaan pemilik Tugboat Charles.