Jumat 19 Aug 2016 17:49 WIB

Pakar: Kebijakan Arcandra Sebaiknya Diterbitkan Ulang

Arcandra Tahar. (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Arcandra Tahar. (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai segala kebijakan yang dikeluarkan Arcandra Tahar selama menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebaiknya diterbitkan ulang guna mencegah timbulnya persoalan di kemudian hari.

"Kebijakan yang dibuat Pak Arcandra Tahar, walau katanya sah, tapi menurut saya lebih baik diulangi Pak Luhut. Dari pada di kemudian hari dipermasalahkan, misalnya cacat hukum dan lain sebagainya," ujar Hikmahanto dalam diskusi publik bertema Warga Tanpa Negara yang diselenggarakan lembaga penelitian PARA Syndicate, di Jakarta, Jumat (19/8).

Hikmahanto menilai Luhut Pandjaitan selaku pelaksana tugas Menteri ESDM memiliki kekuatan hukum untuk menerbitkan kebijakan menteri. Sedangkan Arcandra merupakan warga negara asing yang ditunjuk sebagai menteri sehingga segala peraturan yang dibuatnya selama menjabat menteri, dapat dipersoalkan pihak tertentu di kemudian hari.

"Jika benar Pak Archandra sudah mengucapkan sumpah setia sebagai warga AS, maka seharusnya dia tidak memperpanjang paspor Indonesia. Maka saat menjadi menteri dia adalah warga asing. Kemungkinan besar kebijakan yang dibuatnya selama 20 hari sebagai Menteri ESDM akan dipersoalkan orang karena kebijakannya tidak dikeluarkan pejabat yang sah secara formal," ujar Hikmahanto.

Sebelumnya Presiden Jokowi memberhentikan Arcandra Tahar dari jabatannya selaku Menteri ESDM karena yang bersangkutan memiliki dwikewarganegaraan AS-Indonesia. Pemberhentian Arcandra menyisakan persoalan karena yang bersangkutan disebut sempat menerbitkan kebijakan saat menjabat sebagai menteri.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement