REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan kasus dugaan aparat terkait narkotika merupakan yang terbanyak dari laporan masyarakat ke posko darurat "Bongkar Aparat". Posko itu didirikan sejak 4 Agustus 2016.
"Sampai hari ini (Jumat), kami menerima 45 pengaduan dari masyarakat. Dari jumlah tersebut, 38 di antaranya adalah kasus dugaan keterlibatan aparat dalam kejahatan narkotika," ujar Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik Putri Kanesia di Kantor Kontras, Jakarta, Jumat.
Putri melanjutkan dari 38 kasus tersebut, aduan paling banyak terjadi di DKI Jakarta (13 kasus). Kasus lainnya tersebar dari Aceh hingga Nusa Tenggara Barat. Sementara institusi yang tersering disebut terkait dalam laporan itu adalah Polri dengan 24 kasus, dan sisanya TNI, BNN, petugas lapas, hakim, jaksa serta Satgas Kemenkumham.
Kontras menyebut laporan masyarakat yang masuk ke posko berisi hampir semua tindak kriminal terkait narkotika, seperti kepemilikan, penyalahgunaan sampai pemerasan kepada narapidana narkotika. "Ada mantan napi yang mengaku diperas ketika akan disidang. Oleh karena itulah kami mendapat dugaan keterlibatan hakim," ujar Putri.
Baca juga, BNN: Masih Banyak Napi Kendalikan Narkoba dari Penjara.
Pihak Kontras selanjutnya masih menerima aduan sembari melakukan verifikasi terhadap semua laporan yang datang dari masyarakat. Oleh karena itu organisasi yang didirikan oleh pegiat HAM, Munir Said Thalib ini belum mau mengungkap secara rinci nama-nama pelapor maupun yang dilaporkan.
"Kami tidak mau terlalu cepat menyimpulkan, karena masih terus melakukan klarifikasi dan verifikasi terhadap aduan masyarakat. Kami ingin mengetahui apakah kasus ini ada keterkaitan satu sama lain," tutur Putri.
Dia menambahkan, Kontras tidak sembarangan dalam menerima pengaduan dari masyarakat.