REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, penerapan asas dwikewarganegaraan harus dipikirkan secara baik dan matang oleh pemerintah.
"Meski UU Kewarganegaraan 2006 telah mengakomodasi asas dwikewarganegaraan yang terbatas, namun untuk menerapkan secara utuh belum saatnya bagi Indonesia," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu (20/8).
Pertama, menurut dia, dwikewarganegaraan yang utuh dalam penerapannya akan memungkinkan orang asing yang tidak mempunyai kaitan dengan Indonesia untuk dapat memiliki kewarganegaraan Indonesia.
"Kedua, dwikewarganegaraan rentan untuk disalahgunakan untuk melakukan kejahatan. Bahkan dwikewarganegaraan juga kerap dimanfaatkan untuk menghindari pajak dari negara yang memasang tarif lebih tinggi," kata dia.
Belum lagi saat ini kewarganegaraan Indonesia mempunyai "harga". Dalam kasus penyanderaan yang terjadi di Filipina Selatan yang dicari oleh penyandera adalah mereka yang berpaspor Indonesia. Demikian juga pelaku pembunuhan di Arab Saudi yang harus membayar uang diyat akan berharga bila berkewarganegaraan Indonesia.
Bagi mereka Indonesia sangat berbaik hati untuk mau membayar uang yang dituntut.
"Menjadi pertanyaan disini apakah Pemerintah Indonesia mau melindungi dan hadir bagi pemilik kewarganegaraan ganda namun tidak berasal dari Indonesia?" kata dia.
Keempat, ia melanjutkan, secara keamanan pun masalah dwikewarganegaraan sangat rentan mengingat berbagai instansi pemerintah di Indonesia belum memiliki peralatan yang canggih untuk dapat mendeteksi pemilik paspor ganda.
Ia mengatakan kalaupun asas dwikewarganegaraan hendak diterapkan maka hanya terbatas untuk masalah yang muncul sebagai akibat masalah perkawinan campuran antar warga negara.
Inipun dilakukan demi kemaslahatan anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
"Namun dwikewarganegaraan tidak perlu diterapkan untuk mengakomodasi talenta Indonesia yang berkewarganegaraan asing. Mengapa? Perlu dipahami ada perbedaan antara bangsa dengan warga negara. Seseorang bisa saja memiliki kewarganegeraan tertentu tetapi berbangsa berbeda."
"Orang keturunan bangsa China bisa memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat, Inggris, Singapura dan banyak lagi," kata dia.
Ia menambahkan, demikian pula banyak orang berkewarganegaraan asing namun memiliki kebangsaan Indonesia.
"Apakah WNA berkebangsaan Indonesia tidak dapat berkontribusi bagi Indonesia tanpa memiliki kewarganegaraan Indonesia? Tentu tidak," kata dia.
Ia menegaskan Bangsa Indonesia jumlahnya lebih besar daripada warga negara Indonesia di seluruh dunia.
Bangsa Indonesia dimanapun mereka berada mempunyai kewajiban untuk membesarkan bangsanya, tidak sekedar negara dari kewarganegaraannya.