REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhi menilai, kriteria yang pas duduk sebagai Menteri ESDM adalah yang memahami Pasal 33 UUD 1945. Dalam pasal itu, khususnya Ayat (3) berbunyi, "bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
"Di kondisi permasalah migas, kalau pengelolaannya kembali ke konstitusi maka ingat Pasal 33 UUD 1945, harus kembali untuk rakyat," kata mantan anggota Tim Anti Mafia Migas itu dalam diskusi bertema Geger Arcandra dan Nasib Sektor ESDM di Jakarta, Sabtu (20/8).
Sehingga, Fahmi mengusulkan, kriteria Menteri ESDM yakni harus mempunyai jiwa nasionalisme dan bebas dalam mengambil keputusan. Artinya, tidak ada partai atau kelompok kepentingan yang mempengaruhi kebijakannya. Kemudian, ia melanjutkan, sosok tersebut harus kompeten di bidang migas.
Namun yang paling penting, Fahmi mengingatkan, Menteri ESDM harus mempunyai paradigma ihwal era energi baru dan terbarukan, bukan lagi minyak dan gas saja. "Dia harus berpikir tadi, karena selama ini tak pernah ada," ujarnya.
Sebab, menurutnya, pengelolaan energi di Indonesia sudah tertinggal dibanding negara lainnya. Padahal, sumber energi yang dimiliki Indonesia sangat banyak, mulai dari angin, laut, bumi. Sayangnya, selama ini belum pernah tersentuh.
"Sehingga Menteri ESDM, paradigmanya yakni energi baru dan terbarukan," jelasnya.
Yang terakhir, Fahmi menyarankan, posisi Menteri ESDM harus diduduki seorang yang profesional, artinya tidak berasal dari partai politik. Alasannya, posisi tersebut mengelola kekayaan alam, sehingga terlalu berisiko apabila diduduki orang yang berasal dari partai.