REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Museum yang diresmikan pada Kamis, 18 September 2014 ini memiliki beberapa galeri atau ruangan. Meliputi galeri museum, auditorium, ruang pendidikan, dan restoran. Elemen tersebut disusun di sekitar halaman tengah, yang keduanya berfungsi sebagai daerah luar ruangan untuk kegiatan sementara yang menyediakan sinar matahari untuk ruangan interior.
Sebagai daya dukungnya, bangunan budaya tersebut juga dilengkapi pusat kajian Islam dan ruang ibadah, selain ruangan untuk menyimpan koleksi foto, tekstil, miniatur, naskah, keramik, ubin, teks medis, buku, dan alat musik.
Ternyata tema kubus ini juga tidak hanya digunakan pada desain eksterior bangunan, pada bagian interior yang didominasi warna putih ini juga mengusung tema yang sama, yakni bentuk balok.
Kotak atau kubus ini terbuat dari kaca yang digunakan untuk menyimpan semua koleksi museum mulai dari koleksi yang besar dan kecil ditempatkan di kotak tembus pandang itu.
Selain untuk menampilkan sisi kreativitas universalitas Islam kepada setiap pengunjung, konsep yang ditonjolkan pada bagian dalam dan luar museum untuk menarik perhatian para wisatawan Muslim mancanegara.
Meski museum ini merupakan pusaka atau milik keluarga Aga Khan, yang isinya mencakup seni Islam dari masa ke masa, pendirian museum ini juga memiliki misi penting. Yakni, untuk menunjukkan kontribusi besar Islam pada peradaban dunia.
Direktur Museum Henry Kim berharap, museum ini bisa melibatkan antara pengunjung dan warga Toronto dengan para seniman kontemporer yang terkenal saat ini.
Saat peresmiannya, warga Toronto begitu senang. Mereka mengagumi keindahan bagian luar dan dalam museum ini. Warga Toronto, Kanada, berharap, museum itu memberikan kontribusi positif terhadap keragaman budaya setempat.
Irina Mihalache, guru besar Universitas Toronto Program Studi Museum Aga Khan mengatakan, museum ini tidak seperti museum kontemporer lainnya karena memiliki ruang dengan Ismaili Centre of Toronto atau sebagai pusat agama, budaya, dan pendidikan bagi masyarakat Islam. Museum Aga Khan sangat menarik karena berbicara dengan keadaan budaya-budaya setempat yang belum Muslim.
"Dari perspektif seorang sarjana studi museum, saya pikir menarik untuk melihat bagaimana museum menyatukan dua komunitas yang berbeda," katanya.
Sementara, tujuan utama dari pendirian Museum Aga Khan ingin agar para pengunjung bisa belajar banyak mengenai kontribusi seni dan budaya Islam sebagai salah satu warisan dunia.
Museum Aga Khan sendiri memamerkan sekitar seribu karya cipta dari kawasan Eropa Selatan hingga Asia Tenggara. Karya-karya itu berasal dari rentang waktu sejak abad kedelapan hingga abad ke-19 Masehi.
Salah satu karya yang dipamerkan adalah koleksi milik Karim al-Husseini, salah seorang pendiri Museum Aga Khan. Koleksi al-Husseini kebanyakan berupa seni keramik, lukisan, tekstil, buku-buku tua, alat musik, dan replika miniatur