REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Perdana Menteri Turki Binali Yildirim menyatakan parlemen Turki setuju untuk melakukan rekonsiliasi dengan Israel, Ahad (20/8). Rekonsiliasi ini akan mengakhiri ketegangan di antara kedua negara sejak enam tahun terakhir.
Hubungan kedua negara tersebut hancur sejak kapal perang Israel menembak kapal Turki karena memaksa masuk blokade Israel di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Penembakan tersebut menewaskan 10 orang Turki. Israel telah meminta maaf atas serangan tersebut. Mereka juga telah setuju untuk membayar 20 juta dolar AS atas pernyataan duka cita dan kompensasi atas korban luka.
Kedua negara menunjuk duta besar mereka masing-masing untuk menyetujui perjanjian yang menguntungkan dari gas Mediterania. Kesepakatan yang ditandatangani pada 28 Juni lalu ini menjadi perjanjian langka di Timur Tengah. Selain itu juga meningkatkan ketakutan atas resiko keamanan. Dua minggu setelah perjanjian tersebut ditandatangani Turki mengalami kudeta.
Dalam perjanjian ini blokade pasukan laut Turki akan angkat kaki di perbatasan Jalur Gaza. Tapi bantuan kemanusiaan ke Gaza dapat terus dipasok dari pelabuhan Israel.
Israel menyatakan blokade tersebut untuk mengekang penyelundupan senjata ke Hamas. Kelompok yang ditunduh sebagai organisasi teroris oleh Amerika dan Uni Eropa ini memenangkan pemilihan parlemen Palestina sejak tahun 2006.