Ahad 21 Aug 2016 16:23 WIB

Tak Mampu Beli Air Isi Ulang, Warga Nekat Minum Air Pabrik

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Achmad Syalaby
Aliran air yang tercemar limbah pabrik di Melong, Cimahi Selatan, Kota Cimahi
Foto: Umar Mukhtar/Republika
Aliran air yang tercemar limbah pabrik di Melong, Cimahi Selatan, Kota Cimahi

REPUBLIKA.CO.ID,CIMAHI -- Warga Kampung Mancong RT 5 RW 14 Kelurahan Utama tidak hanya diganggu asap pabrik yang membumbung tinggi ke permukiman. Mereka pun terkendala air dan sanitasi. Sebagian besar warga di sana mengandalkan air pemberian pabrik dan mengalirkan kotorannya ke selokan karena hanya sebagian kecil rumah yang memiliki septic tank

Ketua RT 5 Ajat Sudrajat menuturkan selama bertahun-tahun warganya selalu kesulitan mengakses air bersih. Selama itu pula, warga selalu memanfaatkan mandi cuci kakus (MCK) yang airnya berasal dari pabrik kimia. MCK ini berada tepat di belakang tembok pabrik. "Banyak warga di sini yang menggantungkan hidupnya ke MCK itu," kata dia, belum lama ini.

Air yang berasal dari pabrik itu, diakui Ajat, memang tidak layak karena airnya kotor. Jika air pemberian pabrik tersebut didiamkan selama sekitar tiga hari di sebuah wadah, muncul endapan-endapan berwarna putih. Namun, warga setempat banyak yang memanfaatkannya sebagai air minum setelah dimasak terlebih dulu.

Kondisi demikian bukanlah tanpa alasan. Sebagian besar warga di sana memang tergolong kurang mampu. Untuk membeli air isi ulang, mereka tidak sanggup. Kebanyakan warga di sana bekerja sebagai pedagang asongan keliling. Ada pedagang mainan keliling, dan ada juga pedagang-pedagang lainnya. 

Ajat menambahkan, pihak pabrik pada sekitar dua bulan lalu memasang pengumuman larangan menggunakan air tersebut untuk diminum. Pengumuman ini dipasang saat menjelang Lebaran. Namun,  warga yang kurang mampu, tetap mengambil air itu untuk kemudian dimasak lalu diminum.

"Saya juga heran. Pas mau lebaran, tapi pabrik malah memberikan informasi yang tidak mengenakan masyarakat. Padahal hanya sedikit orang di sini yang mampu beli air isi ulang," ujar dia.

Warga asli setempat, Oli Solihin (60) menuturkan, pabrik yang berada tepat di hadapan RT 5, Jenshiang Nusantara, telah berdiri lebih dari 15 tahun yang lalu. Sebelum pabrik ini berdiri, sudah ada rumah warga di sana. "Dulu sebelum ada pabrik, sumur-sumur air warga mah lancar, airnya banyak. Kalau sekarang mah sudah kering," kata dia.

Kian kemari, pabrik-pabrik di sekitar permukiman RT tersebut mulai banyak berdiri. Akibatnya, air sumur di rumah warga makin kering. Hanya sebagian kecil warga di sana yang menggunakan air sumur. Itu pun, pemantekan sumur nya harus sampai ratusan meter agar bisa mengeluarkan air. 

"Sudah kering sumurnya. Ada yang sumurnya dipakai untuk septitank. Ada yang sudah ditutup juga sama pabrik. Ada juga yang tersedot pabrik," ucap pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengangkut sampah ini.

Kondisi sekarang dengan 15 tahun lalu, menurut dia, memang jauh berbeda. Kalau dulu, sebelum ada pabrik, air dari sumur itu bisa langsung diminum. Sedangkan saat ini, warga terpaksa membeli air isi ulang untuk minum. "Minta air juga sulit. Dikasih tapi kotor. Air dari pabrik mah tidak menjamin kesehatan," ucap dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement