REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Wacana Pemerintah yang ingin menaikkan harga rokok keretek hingga dua kali lipat disambut sinis para petani tembakau yang ada di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Mereka pesimis wacana ini akan berdampak pada harga jual tembakau di tingkat petani.
“Boleh jadi, kami justru gulung tikar,” ungkap Prijo (48), petani tembakau Dusun Tekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Ahad (21/8).
Ia menuturkan, para petani tembakau selalu menghadapi persoalan ketidakpastian. Baik ketidakpastian harga jual setelah panen hingga ketidakpastian cuaca seperti sekarang. Saat ini memang sudah masuk musim kemarau, namun hujan masih jamak turun dengan intensitas sedang. Pada kondisi ‘kemarau basah’ seperti ini sangat tidak menguntungkan para petani tembakau di wilayahnya.
Selain banyak tanaman tembakau yang rusak, hasil panen pun tidak bisa dioptimalkan lantaran banyak daun tembakau yang kualitasnya rendah. “Akibatnya harga tembakau ‘terjun bebas’ dan jauh dari harapan kami,” tegasnya.
Sehingga, lanjut Prijo, saat mendengar wacana Pemerintah soal harga rokok keretek, para petani tembakau di Kecamatan Getasan tetap tak banyak berharap. “Kecuali jika wacana tersebut diikuti kenaikan harga jual tembakau,” tambah Prijo.
Hal ini diamini Kusmin (58), petani tembakau Desa Batur lainnya. Apapun alasan Pemerintah Pusat di balik wacana ini, tak akan banyak membantu harga jual tembakau di tingkat petani. Ia juga menyampaikan, saat rokok kretek mahal di pasaran, ini bisa menjadi peluang bagi rokok kretek ilegal (red; tanpa cukai) untuk membanjiri pasaran dengan harga yang lebih terjangkau.
Sebaliknya, rokok tanpa cukai yang jamak diproduksi oleh industri rumahan ini diperkirakan bakal lebih agresif dalam menyerap tembakau petani. Jika ini yang terjadi tak ada ganransi harga jual bisa berpihak pada petani tembakau. “Saya kira ini yang luput dari pertimbangan Pemerintah, terkait wacana harga rokok,” katanya.
Ia juga menjelaskan, saat ini harga tembakau basah untuk petikan pertama hanya dihargai Rp 2.000 hingga Rp 4.000 per kilogram. Guna menghindari kerugian yang lebih besar, petani memilih menjual daun tembakau kering utuh. Mereka juga memilih menghindari menjual tembakau kering rajangan. Karena biaya produksi tembakau rajangan relatif lebih mahal. Sebab dengan harga tembakau rajangan hanya dihargai Rp 40 ribu per kilogram, petani masih merugi.