Senin 22 Aug 2016 15:53 WIB

'Keharusan Cuti Selama Kampanye Jadi Konsekuensi Pejawat'

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bilal Ramadhan
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berjalan usai mengikuti sidang perdana di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (22/8).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berjalan usai mengikuti sidang perdana di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Hasanuddin, Aminuddin Ilmar, menilai, keharusan cuti bagi pejawat yang terjun ke ajang Pilkada merupakan konsekuensi untuk pejabat tersebut. Hal ini sesuai dengan semangat di Pasal 70 nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.

Di pasal tersebut diatur soal keharusan cuti bagi pejabat yang terjun ke Pilkada. Pasal inilah yang saat ini tengah digugat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, Aminuddin menilai, keharusan cuti itu merupakan bentuk konsekuensi yang harus ditanggung pejawat jika maju ke Pilkada.

Konsekuensi ini pun sejalan dengan adanya semangat keseteraan dan keadilan antara peserta Pilkada tersebut. Semangat inilah yang coba diwadahi di Pasal 70 UU nomor 10 tahun 2016.

''Itu sebagai konsekuensi yang harus ditanggung oleh pejawat untuk ikut lagi dalam proses pemilihan. Selain itu ada pula adanya aspek kesetaraan dan keadilan bagi peserta pemilihan,'' tutur Aminuddin ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (22/8).

Lebih lanjut, Aminuddin menjelaskan, pengaturan soal keharusan cuti bagi pejawat itu berdasarkan adanya pengalaman, fakta-fakta, dan asumsi yang berkembang sebelumnya, yaitu adanya potensi penyalahgunaan kewenangan pejawat dalam proses pemilihan. Karena itu, wajar jika pada pasal 70 itu mengatur keharusan cuti untuk pejawat.

''Saya kira wajar pengaturan dalam Pasal 70 itu mengatur soal perlunya cuti, karena dengan begitu ini akan terjadi percampuradukan antara rugas pekerjaan berdasarkan jabatan yang dipangkunya dengan fungsi pribadi di proses pemilihan,'' tuturnya.

Aminuddin pun berharap Majelis Hakim MK bisa mengambil keputusan secara cermat dan bisa mempertahankan semanat dan kepentingan pasal 70 tersebut.

''Karena jika itu yang dipegang (pejawat tidak perlu cuti), maka tidak ada lagi kesetaraan yang ada antara pejawat dengan peserta pemilihan lainnya. Itu akan cenderung kembali ke fakta-fakta dan pengalaman sebelumnya, bahwa banyak petahana yang menggunakan kewenangannya untuk kepentingan proses pemilihan, ditakutkan seperti itu,'' katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement