REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Lembaga pengembangan studi hak asasi manusia (LPS-HAM) mendesak pemerintah daerah untuk melakukan pemulihan ekonomi wilayah-wilayah yang selama ini menjadi sasaran teror kelompok Santoso. Direktur LPS-HAM, Affandi mengatakan pemerintah harus membuka kembali dokumen Deklarasi Malino yang disepakati 14 tahun lalu
"Dua poin dalam deklarasi tersebut tidak pernah dilaksanakan sama sekali yakni semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung. Kemudian mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing," katanya, Senin (22/8).
Menurutnya, kedua poin tersebut merupakan hal penting karena berkaitan dengan perekonomian dan kehidupan masyarakat. Setelah Santoso tewas, masyarakat Poso perlu dibantu. Terlebih lagi warga bekas konflik poso yang telah mengungsi tidak dapat kembali ke daerah asalnya karena trauma. Sementara di daerah asalnya, mereka masih memiliki asset-aset yang menjadi sumber penghidupan.
"Di daerah pengungsian, mereka tidak memiliki apa-apa. Sehingga ini harusnya menjadi perhatian pemerintah," katanya.
Dari segi pemulihan ekonomi, seharusnya masyarakat bekas konflik yang tidak dapat kembali ke daerahnya dan tidak mendapatkan hak-hak keperdataannya, dapat menjadi perhatian khusus pemerintah.
"Mereka tersebut yang wajib diberikan bantuan, seperti modal usaha, lahan pertanian atau perkebunan bagi petani, atau alat tangkap ikan bagi mereka dengan pekerjaan nelayan," tambah Fandi.
Tidak hanya itu, pemerintah juga membangun infrastruktur dan pelatihan kerja. Karena masyarakat yang tidak dapat kembali ke daerahnya, secara pasti lingkungan dan pekerjaannya pun akan berubah.
"Jadi bukan soal bagaimana kita menjaga keamanan dan ketertiban bersama aparat keamanan di Poso, tapi bagaimana membangun ekonomi masyarakat sehingga kesenjangan sosial dan ekonomi setiap daerah tidak terjadi lagi," tutup Affandi.