REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengharapkan adanya peninjauan kembali pasal 284, 285 dan 292 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perzinaan, pencabulan, termasuk di dalamnya soal lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Kepastian hukum dalam pasal-pasal tersebut dianggap masih belum sesuai. Pasal 284 contohnya, hanya mengatur hukum pidana bagi pelaku seks di luar nikah apabila salah satu atau kedua pelaku sudah menikah. Sementara, jika keduanya belum menikah mereka tidak bisa dihukum pidana. Padahal, seks di luar nikah bertentangan dengan partikular bangsa dan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia.
"Hubungan seks di luar nikah tidak dibenarkan oleh agama dan hukum kita. Tapi tidak ada aturan yang melarang dan mempidanakan perbuatan seks di luar nikah," kata Niam di saat menjadi saksi ahli di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (23/8).
Begitupun dengan Pasal 285 KUHP yang menjatuhkan hukum pidana bagi mereka yang melakukan pemerkosaan jika korbannya adalah perempuan. Dalam pasal tersebut tidak diatur penjatuhan hukum pidana jika korban pemerkosaan laki-laki. Baik pemerkosaan tersebut dilakukan oleh perempuan ataupun sesama laki-laki.
Terakhir, PasaI 292 KUHP hanya menjatuhkan pidana bagi mereka yang melakukan pencabulan terhadap anak-anak. Artinya, jika perbuatan cabul tersebut dilakukan antar orang dewasa ataupun antar anak-anak, maka perbuatan tersebut menjadi legal.