REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditunda. Penyebabnya, dalam rapat paripurna ada tiga fraksi yang menolak Perppu tersebut disahkan menjadi UU.
Ketiga Fraksi itu adalah Gerindra, PKS dan PAN. Sementara, tujuh fraksi menyetujui agar Perppu tersebut dijadikan UU. Pembahasan Perppu tersebut berjalan alot, hingga akhirnya sidang yang dipimpin Taufik Kurniawan berujung pada lobi. Namun, upaya lobi pun tetap tak membuahkan hasil hingga akhirnya ditunda.
Pimpinan Sidang Taufik Kurniawan menuturkan, dia mengutamakan aspek urgensi, walaupun aspek detail tetap dijadikan pertimbangan, sesuai dengan lobi dari perwakilan fraksi. "Prinsipnya, kita saling berikan suatu standing point. Pimpinan DPR juga sepaham pandangan untuk ditunda," tuturnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise, menganggap penundaan itu merupakan keputusan wajar. Apalagi, kebanyakan fraksi sudah diskusi bersama dan akhirnya minta ditunda. "Kami akan sabar dan ikuti pertimbangan untuk kembali lagi," kata dia.
Mengenai belum adanya petunjuk teknis Perppu tersebut, Yohana mengatakan, jika disetujui menjadi UU, maka akan ada pertemuan antar kementrian untuk membuat PP tentang implementasinya. Ia menilai, selama ini pihaknya didesak untuk bergerak cepat membuat Perppu. Bahkan, ia menilai sudah dua kali merevisi PP.
"PP belum siap, draftnya sudah dibuat. Jadi, kami rasa tugas kami sudah dilaksanakan, tinggal tunggu pengesahan. Lalu akan lakukan sosialisasi," jelasnya.