REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Larangan pakaian renang Muslimah atau burkini di Prancis meningkatkan penjualan burkini. Penjualan meningkat hingga 200 persen.
Aheda Zanetti yang memiliki merek dagang burqini dengan Burqii mengatakan, penjualan daring meningkat sebesar 200 persen. Menurut wanita Australia 48 tahun itu, pakaian renang mewakili kebebasan dan hidup sehat, bukan penindasan.
"Saya seorang wanita Aussie, saya sudah di sini sepanjang hidup saya," katanya seperti dilansir laman BBC, Rabu (24/8).
Burkini merupakan gabungan 'burqa' dengan 'bikini', pakaian renang yang hanya memperlihatkan wajah, telapak tangan dan kaki. Zanetti mengatakan, tujuan asli di balik pakaian tersebut memungkinkan wanita Muslim berpartisipasi dalam gaya hidup pantai Australia. "Saya ingin anak-anak saya tumbuh memiliki kebebasan memilih," ujarnya.
Ia mengaku tidak peduli jika anak-anaknya ingin memiliki bikini. "Ini pilihan mereka," kata dia. Sebab, menurutnya tidak ada seorang pun di dunia yang dapat mengatur pakaian apa yang harus dan tidak dikenakan.
Ia mengatakan, desain sebagian besar terinspirasi oleh laporan dari Prancis yang melarang penggunaan jilbab di sekolah-sekolah untuk mencegah pertumbuhan Islam. Pihak berwenang di beberapa kota Prancis telah melarang pakaian tersebut dengan alasan menentang undang-undang tentang sekularisme. Perdebatan sensitif khususnya di Prancis terjadi setelah serangkaian serangan mematikan oleh ekstremis Islam.
Baca juga: Polisi Prancis Paksa Seorang Wanita Copot Burkini di Pantai