REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sekitar 300 polisi diduga menjadi bagian dari perdagangan narkotika di Filipina. Hal tersebut diungkapkan kepala nasional negara itu kepada Senat penyelidikan, Selasa (23/8).
Direktur Jenderal Ronald dela Rosa dilansir dari Assian Correspondent Rabu (24/8) mengatakan, anggota pasukan itu akan dipecat dan diproses di pengadilan jika terbukti bersalah.
Ia mengatakan, sidang belum menyatakan kebijakan untuk membunuh pengguna narkoba. Menurutnya, pembunuhan terkait narkoba dalam beberapa bulan terakhir diam-diam sedang diselidiki.
Menurut perhitungan terakhir kepala polisi, hampir 1.800 orang tewas sejak Presiden Rodrigo Duterte mengambil jabatan. Mantan Walikota Davao itu memenangkan kursi kepresidenan pada 9 Mei. Sejak itu, presiden secara terbuka mengobarkan perang terhadap kejahatan dan obat-obatan, mengakibatkan gelombang pembunuhan di luar hukum. Hal ini memicu keprihatinan di kalangan masyarakat global dan kelompok hak asasi internasional.
Senator Leila de Lima yang mengepalai komite Senat memimpin penyelidikan ini. Ia mengatakan khawatir tentang meluasnya pembunuhan, penegakan hukum dan warga dapat menggunakan tindakan keras untuk melakukan pembunuhan.
Menurut laporan Dela Rosa, sebanyak 1.779 orang telah tewas sejak Duterte mengambil alih kekuasaan pada 1 Juli. Dari jumlah tersebut, sebanyak 712 tewas selama operasi polisi sementara 1.067 kematian yang terjadi di luar lingkup otoritas, beberapa di antaranya diduga dilakukan oleh regu kematian dan kelompok main hakim sendiri.