REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengungkapkan uji materi dari sekelompok akademisi ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang berharap agar lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dimasukkan dalam delik pidana sesuai dengan Pancasila.
MK dianggap sebagai garda terdepan sekaligus terakhir dalam menjaga nilai-nilai setiap produk hukum agar sejalan dengan semangat dasar negara dan UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Sodik Mudjahid mengatakan, sumber dari segala sumber di sebuah negara adalah filosofi dan dasar negara itu. Di Indonesia, dasar negara adalah Pancasila. LGBT dinilai melenceng dari sila ke-1 dan ke-2 Pancasila. "Maka segala turunan undang-undang jangan sedikit pun memberi ruang untuk makin menjauh dari dua nilai dasar tersebut," ujar Sodik kepada Republika.co.id, Rabu (24/8).
Di samping dasar negara, hukum juga harus mengakomodasi dan menghormati nilai-nilai yang sudah berakar di masyarakat yang tidak bisa menerima hak LGBT karena melawan dan bertentangan dengan dasar negara.
Menurut dia, ada pihak yang khawatir apabila LGBT dimasukkan ke dalam delik pidana maka akan berpotensi menjurus ke tindak kekerasan dan main hakim sendiri. Menurut Sodik hal itu tidak akan terjadi. Justru, kata dia, dengan adanya hal tersebut semakin jelas batas-batas perlindungan yang diberikan kepada pihak LGBT dan juga kepada masyarakat. "Tidak sumir seperti sekarang yang akan mengundang masyarakat bertindak sendiri-sendiri," ujar politikus Partai Gerindra ini.
Dia menjelaskan, setiap produk hukum harus diimbangi dan dikawal oleh aparat hukum dan keamanan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sodik mengatakan, persoalan LGBT merupakan masalah sensitif dan menarik perhatian masyarakat atau umat. Untuk itu, agar jelas dan tidak mengundang kontroversi interpretasi hukum serta interpretasi masyarakat, perlu ada penjelasan yang lebih terperinci.
Seperti diberitakan sebelumnya, sekelompok akademisi melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait LGBT. Mereka meminta LGBT dimasukkan ke dalam delik pidana dan bagian dari kejahatan. Untuk memuluskan niatnya, mereka meminta MK menafsir ulang Pasal 292 KUHP.
Saat ini, dalam Pasal 292 KUHP disebutkan bahwa orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal tersebut hanya melarang tindakan cabul sesama jenis dari dewasa terhadap anak-anak. Artinya, apabila tindakan cabul sesama jenis tersebut dilakukan antarorang dewasa ataupun antaranak-anak, hal itu dianggap legal dan boleh dilakukan.