REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Administrasi Hukum dan Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Freddy Harris mengatakan ada kemungkinan UU 12/2006 Tentang Kewarganegaraan direvisi. Ia mengatakan ada beberapa persoalan yang ternyata belum diakomodasi dalam UU tersebut.
"Sebenernya kan kita mau melihat 10 tahun ini, apakah UU masih ini fit in apa tidak," kata Freddy dalam acara peringatan satu dasawarsa UU Kewarganegaraan terbatas anak hasil perkawinan campuran di Aula Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Kamis (25/8).
Menurut Freddy, setidaknya ada tiga peristiwa terkait kewarganegaraan terjadi belum lama ini, yang menunjukkan perlunya penyempurnaan terhadap UU tersebut. Diantaranya kasus Dwi Kewarganegaraan Paskibraka Gloria Natapradja Hamel dan hilangnya kewarganegaraan Mantan Menteri ESDM Archandra Tahar.
"Semua ini memang ternyata banyak hal-hal penting yang jadi catatan di kita terhadap persoalan kewarganegaraan," kata dia.
Begitu pun kasus 177 jamaah haji yang hendak berhaji menggunakan paspor negara lain. Menurut Freddy, mereka bisa terancam kehilangan kewarganegaraannya jika tercatat memiliki paspor negara lain.
"Orang enggak lihat kasus jamaah ini persoalan kewarganegaraan, padahal di pasal 23 kan bilang, seorang WNI hilang kalau dia punya paspor negara lain. Nah itu kan walaupun caranya dengan apapun, dia punya dua paspor, artinya dia kehilangan," kata Freddy.
Lantaran itu, penting bagi Pemerintah memikirkan apakah UU saat ini masih relevan dengan segala persoalan yang terjadi saat ini. Menurutnya, momentum masuknya UU Kewarganegaraan sebagai usulan program legislasi nasional patut untuk dimanfaatkan.