REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto mengatakan, tarif interkoneksi yang telah ditetapkan oleh Plt Dirjen Postel dinilai lebih menguntungkan perusahaan asing. Kebijakan baru Kementerian Kominfo yang menurunkan tarif interkoneksi sebesar 26 persen dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204 per menit akan diberlakukan mulai 1 September 2016 nanti.
"Telkomsel selaku operator terbesar di Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki Indonesia adalah operator yang paling dirugikan atas kebijakan tarif tersebut. Ini sangat logis mengingat jaringan Telkomsel yang sangat luas dengan pelanggan lebih dari 130 juta dan jumlah BTS 120 ribu," katanya, Kamis, (25/8).
Telkomsel sudah menunjukan komitmennya membangun negeri melalui ekspansi coverage mencapai 95 persen wilayah NKRI. Jaringan yang sangat luas itu membutuhkan investasi, biaya pemeliharaan, biaya operasi, biaya pengembangan jaringan yang luar biasa besar.
"Biaya-biaya itulah yang menjadi basis dari perhitungan biaya interkoneksi sesuai dengan amanah Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999," ujar Wisnu.
Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom Asep Mulyana menambahkan, kebijakan penurunan tarif interkoneksi itu akan menguntungkan operator asing. Sementara Telkomsel terancam kehilangan keuntungan yang signifikan karena harus mensubsidi biaya interkoneksinya.
Bila itu yang terjadi, ujar dia, sama saja bangsa Indonesia ini memberikan subsidi kepada asing. Ia menilai hal itu sangat ironis, mengingat maksud pemerintah mengundang investor asing ke dalam negeri justru agar ada percepatan pembanguan.
"Jadi kami menolak Keputusan tersebut, sebelum diadakan perhitungan yang make sense (masuk akal)," ujar Asep.