Kamis 25 Aug 2016 17:48 WIB

BI Batasi Waktu Lelang Likuiditas Antarbank

Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) terus mendorong pengelolaan likuiditas jangka panjang. Salah satunya dengan membatasi waktu lelang likuiditas antarbank.

Kepala Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan BI, Nanang Hendarsah menjelaskan, pengelolaan likuiditas jangka panjang dimaksudkan untuk mendorong transaksi repurchase agreement (repo) antarbank.

"BI sekarang lebih transparan dalam mengumumkan jadwal lelang, dan lelangnya tidak dilakukan terlalu sering. Karena kalau misalnya lelangnya dilakukan tiap hari, penempatan akan cenderung ke jangka pendek," ujar Nanang Hendarsah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (25/8).

Menurut Nanang, hal itu dilakukan agar bank yang sudah mengetahui jadwal lelang sejak awal dapat memilki rencana atau proyeksi pengelolaan likuiditas yang lebih baik dan lebih matang.  "Jika jadwal BI telah terencana dengan baik maka perbankan juga akan memiliki liquidity forecasting lebih baik," ujarnya.

Apabila telah memiliki rencana pengelolaan likuiditas lebih baik, kata dia, maka bank tidak akan cenderung melakukan penempatan di instrumen-instrumen yang jangka pendek. Apalagi saat ini transaksi pasar uang antarbank overnight atau jangka pendek masih memiliki porsi 70 persen dari keseluruhan transaksi.

Selain itu, BI juga menggeser penempatan-penempatan bank ke instrumen moneter yang lebih panjang dibandingkan overnight misalnya jangka waktu 3 atau 6 bulan. Sehingga pengelolaan likuiditas bank akan lebih memperpanjang maturity profile daripada pengelolaan likuiditas bank.

"Bank bisa melakukan capping, pembelian surat berharga daripada tiap hari harus menempatkan di Deposit Facility overnight karena ada kekhawatiran besok tidak akan memperoleh likuiditas. Kalau dia punya planning pengelolaan likuiditas yang panjang dia bisa membeli surat berharga," ujarnya.

Dengan begitu, apabila bank membutuhkan likuiditas maka surat berharga dapat dilelang melalui transaksi repo. Dengan transaksi antarbank yang meningkat volume dan jenisnya, pasar keuangan pun akan lebih dalam.

"Seharusnya transaksi di pasar uang itu antara bank dengan bank, bukan bank dengan BI. Itu harapan dari kita supaya volume terus meningkat," katanya.

Transaksi repo tercatat terus mengalami peningkatan. Volume  (rata-rata harian) transaksi repo antarbank bergerak dari nol pada bulan Januari 2016 hingga mencapai volume tertinggi sebesar Rp 1,8 triliun pada minggu terakhir bulan Juni 2016. Sementara jumlah bank yang menandatangani Global Master Repurchase Agreement (GMRA) telah mencapai 71 bank.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement