REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan surat pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang terkait kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) izin usaha pertambangan (IUP) yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.
Ketiganya yakni, dua petinggi PT Billy Indonesia dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara, Burhanudin.
"Selain NA, KPK juga telah melakukan permintaan untuk pencegahan ke luar negeri terhadap Widdi Aswindi, dia adalah Direktur PT Billy Indonesia, kemudian Emy Sukiati Lasimon, pemilik PT Billy Indonesia, dan ketiga Burhanudin," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (26/8).
Menurut Priharsa, pencegahan kepada ketiganya lantaran keterangan ketiganya dibutuhkan terkait kasus dugaan korupsi tersebut. Termasuk halnya, dugaan keterlibatan perusahaan tersebut terkait prosedur dan proses penerbitan UP yang ada di Provinsi Sultra.
"Jadi jika sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangan, ketiganya tidak sedang di luar negeri," kata Priharsa.
Terkait kasus ini juga, Priharsa mengatakan penyidik telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah saksi-saksi. Pemeriksaan sendiri dilakukan di Kendari, Sultra. "Di polda sultra, termasuk hari ini, enam orang saksi yang kebanyakan berasal PNS di salah satu Kabupaten di Sultra," katanya.
Diketahui, KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka lantaran diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK Gubernur dua periode itu mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah, perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.