REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Program amnesti pajak yang gencar digalakkan pemerintah diharapkan berjalan sukses. Dana repatriasi yang masuk dari pengampunan pajak bisa menopang pertumbuhan dana dan akhirnya mendorong pertumbuhan kredit perbankan.
Harapan itu disampaikan Deputi Direktur Pengawasan dan Pengembangan Manajemen Krisis OJK Aslan Lubis di Malang, Jawa Timur, Ahad (28/8). "Amnesti pajak menjadi harapan sumber alternatif pendanaan bagi perbankan," ujar dia saat memberikan materi pada acara gathering wartawan.
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan sedang mengalami pelambatan. Aslan menyatakan DPK biasanya tumbuh double digit. Namun, hingga Juni 2016, DPK hanya tumbuh 5,90 persen menjadi Rp 4.574 triliun dibandingkan tahun sebelumnya (yoy) dan hanya naik 3,66 persen sejak Januari lalu (ytd). Bagitu pula dengan pertumbuhan kredit yang hanya naik 8,89 persen (yoy) atau 2,72 persen (ytd) menjadi Rp 4.168 triliun.
Kendati demikian, Aslan menyatakan, kondisi perbankan tetap baik dan normal. Ini ditopang permodalan yang besar dan suku bunga dinamis. "Rasio kecukupan modal (CAR) oke, likuiditas terjaga, NIM yang baik dan LDR yang tinggi mencapai 91,19 persen," ujar dia.
Batasan maksimal rasio penyaluran kredit (LDR) perbankan adalah 92 persen. Aslan mengatakan LDR bisa digenjot hingga 94 persen jika bank menyalurkan kredit UMKM yang cukup besar. "Bank kita sudah optimal LDR-nya," kata dia.
Sementara rata-rata CAR perbankan 22,56 persen atau naik 15 basis poin dari 22,41 persen pada Mei 2016. Aslan menyatakan permodalan perbankan nasional jauh di atas yang disyaratkan otoritas yakni delapan persen. Dari berbagai indikator itu, dia menilai kondisi perbankan sangat solid dan jauh dari krisis.
Meski amnesti pajak menjadi harapan sumber alternatif pendanaan bagi bank, namun tanpa itu pun bank tetap berjalan normal. Terlebih, cadangan devisa yang dicatat Bank Indonesia terus meningkat dan sudah mencapai 111 miliar dolar AS. "Ini memperlihatkan asing sangat percaya dengan kondisi ekonomi Indonesia," ucap Aslan.