REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau dan Jambi masih tinggi. Puncak potensi Karhutla diprediksi terjadi pada September mendatang.
"Di dua provinsi, yakni Riau dan Jambi, masih banyak material yang mudah terbakar. Karenanya, potensi karhutla di kedua provinsi sangat tinggi," ujarnya di Gedung BNPB, Senin (29/8).
Tingginya potensi Karhutla disebabkan kondisi cuaca saat puncak musim kemarau. Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau terjadi pada September 2016.
Menjelang Oktober, potensi karhutla di kedua provinsi masih cukup tinggi. Selain kedua provinsi tersebut, ada beberapa daerah lain di kawasan utara garis ekuator yang juga rawan Karhutla.
Sutopo mencontohkan di Kalimantan Barat, sebagian wilayah Kalimantan Tengah dan sebagian wilayah Kalimantan Timur termasuk rawan terjadi Karhutla. Selain itu, enam provinsi, yakni Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan masih berstatus darurat siaga Karhutla hingga menjelang akhir 2016.
Lebih lanjut Sutopo menjelaskan, jumlah titik panas di seluruh Indonesia yang terpantau berdasarkan sensor satelit Modis mencapai 138 titik. Sekitar 85 titik dari jumlah itu berada di Provinsi Riau. Dari 85 titik panas di Riau, sebanyak 71 di antaranya berada di Kabupaten Rokan Hilir.
Pihaknya mengakui, hingga Senin kebakaran lahan masih terjadi di Kabupaten Rokan Hilir. Kebakaran tersebut terpantau telah terjadi selama empat hari terakhir. Akibatnya, kabut asap menyelimuti Riau sejak pekan lalu. Meski demikian, pihaknya memastikan jika kabut asap tidak mengganggu kegiatan masyarakat.
Sutopo menambahkan, kabut asap juga telah mencapai Singapura sejak pekan lalu. Senin pagi, sebaran kabut asap dalam konsentrasi rendah juga masih terpantau di Singapura.