REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Akmal Pasluddin meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK) untuk segera membekukan perusahaan-perusahaan pembakar hutan, baik pelaku tahun 2016 maupun tahun-tahun sebelumnya.
"Saya meminta pemerintah mengumumkan kepada publik mengenai nama serta pimpinan perusahaan pelaku kejahatan lingkungan yang secara sengaja membakar hutan tersebut. Sejak awal tahun 2015 selalu mengingatkan kepada pemerintah di berbagai forum baik kenegaraan maupun non formal, agar masalah kebakaran ini menjadi sebuah program pengendalian utama Kementerian Kehutanan," katanya, Selasa, (30/8).
Ia menambahkan kebakaran tahun 2015 adalah bencana paling buruk yang dialami dalam kurun waktu 15 terakhir. Oleh karena itu, seharusnya hal tersebut menjadi bahan evaluasi ketat bagi pemerintah untuk mampu menekan angka kebakaran yang diakibatkan ulah manusia.
“Namun pada kenyataannya, selama buan Agustus 2016 saja, titik panas semakin banyak terpantau dari satelit Terra dan Aqua meskipun harus didalami titik panas itu belum tentu titik api," ujarnya.
Komisi IV DPR RI menginginkan agar anggaran pengendalian kebakaran ini tidak ada yang menguap sedikit pun di saat kondisi keuangan negara yang sedang sulit ini. Terkait protes negara tetangga akibat asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, sebaiknya pemerintah mampu berdiplomasi kepada negara-negara tetangga untuk dapat membantu mengendalikan asap akibat kebakaran ini.
"Hutan di Indonesia merupakan aset global penyangga oksigen bumi yang seharusnya semua pihak turut menjaga dan mempertahankan ekosistemnya. Saya yakin perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan perusak lahan ini bukan saja berasal dari dalam negeri sajanamun ada juga perusahaan-perusahaan luar yang ikut merusak hutan dan harus memulihkan hutan dan lahan yang rusak," jelasnya.
Pada desember 2015, pemerintah mengumumkan perusahaan di Sumatera dan Kalimantan yang dibekukan akibat membakar. Namun pengumuman itu hanya sebatas inisial dan asal propinsi.
Dari ratusan perusahaan pembakar, hanya 23 yang dijatuhi sanksi. Bahkan di Riau, kejahatan 15 perusahaan pembakar hutan tahun 2015 dihentikan. Namun pada Agustus 2016 ini, ada upaya kapolri untuk meninjau ulang kasus penghentian perkara pembakar hutan dan lahan 15 perusahaan tersebut.