REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter forensik RSCM, Budi Sampurna dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus terdakwa Jessica Kumala Wongso yang menewaskan Wayan Mirna Salihin. Dalam kesaksiannya, Budi mengatakan bahwa pihaknya merasa kesulitan saat memeriksa racun sianida di tubuh Mirna.
Menurut dia, kesulitan yang dialami dokter forensik adalah karena kondisi mayat yang sudah diformalin, "Dalam kasus ini lebih sulit lagi, karena sudah di-formalin," kata dia dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8).
Budi menjelaskan, ketika mayat sudah diformalin maka hal itu akan merusak jaringan yang ada. Sementata, adanya sianida sebanyak 0,2 miligram di lambung Mirna itu karena efek formalin tidak merusak dan masuk ke dalam isi lambung, hanya sebatas pada dinding lambung saja.
"Mengapa di lambung itu masih ada, karena formalin masuknya ke artena dan disebarkan ke seluruh tubuh, sementara isi lambung tidak akan terkena, mungkin hal tersebut yang menyebabkan sianida masih ditemukan di dalam lambung," ucap dia.
Selain itu, menurut dia, seseorang yang terkena racun sianida dan meninggal dunia maka harus sesegera mungkin dibuat kesimpulan kurang dari empat jam, dan kemudian sampel cairan juga harus didinginkan di dalam freezer.
Menurut dia, hal tersebut perlu dilakukan karena unsur sianida mudah sekali menguap, sehingga dikhawatirkan ketika dilakukan pemeriksaan lebih lama, racun sianidanya akan hilang dari tubuh. Merujuk pada efek sianida yang mudah menguap tersebut, menurut Budi, kemungkinan racun sianida yang masuk ke dalam tubuh Mirna bisa lebih dari 0,2 miligram.
"Dengan efek sianida yang mudah sekali menguap, mungkin jumlah yang masuk lebih dari itu," ucap dia.