REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kakak kandung Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah dan dua pengacaranya Berthanatalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji didakwa memberikan uang suap Rp 250 juta kepada Hakim Ifa Sudewi, Ketua majelis hakim yang menangani perkara pencabulan Saipul Jamil.
Uang suap Rp 250 juta tersebut diberikan kepada Ifa melalui Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi. Adapun uang tersebut bersumber dari uang pribadi Saipul Jamil dari rekening di BNI Syariah Cabang Jakarta Utara yang diambil oleh Samsul untuk diberikan kepada Ifa melalui Rohadi.
"Uang tersebut ditaruh terdakwa II (Samsul) di jok tengah mobil milik Terdakwa I (Berthanatalia) sambil mengatakan “Hati-hati Bu” dan dijawab Terdakwa I “iya”. Selanjutnya terdakwa I menghubungi
Rohadi dan disepakati untuk bertemu esok harinya di Gereja daerah Kelapa Gading," kata Jaksa KPK Dzakiyul Fikri dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (31/8).
Menurut Jaksa, penyerahan uang itu juga setelah Samsul menyepakati pemberian untuk Ifa Sudewi sebesar Rp 300 juta. Dari sebelumnya yang diminta Rp 500 juta, kemudian diturunkan Rp 400 juta, hingga sampai angka disepakati Rp 300 juta.
Kemudian, keesokannya Berthanatalia membuat janjian pertemuan dengan Rohadi di area parkir Universitas 17 Agustus 1945, Sunter, Jakarta Utara. Saat bertemu Rohadi, Bertha memberikan uang sebesar Rp 250 juta dengan pecahan Rp 100 ribu.
Adapun selisih Rp 50 juta tidak diberikan dan akan dipergunakan bagi Kasman, Bertha dan seluruh tim penasihat hukum Saipul Jamil. Kemudian, sesaat setelah menerima uang tersebut, Rohadi berjalan menuju mobil Pajero nomor polisi B 8 RPC miliknya, kemudian ditangkap petugas KPK.
"Bahwa para terdakwa mengetahui perbuatannya memberikan uang tunai sejumlah Rp 250 juta kepada hakim Ifa Sudewi melalui Rohadi adalah untuk mempengaruhi putusan perkara Saipul Jamil agar dijatuhi hukuman lebih ringan," kata Jaksa Dzakiyul.
Atas perbuatannya, mereka bertiga melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- KUHP.