REPUBLIKA.CO.ID,Selembar kertas kusam kecokelatan terpajang di dinding sebuah bangunan tua. Isinya berupa tulisan dengan aksen bahasa Belanda.
Di salah satu paragrafnya tertulis ‘Laboratorium Onderzoek’ atau sebuah lembaga riset tempo dulu. Puluhan tahun lalu, lembaga ini pernah melakukan penelitian terkait senyawa kimia yang terkandung pada air dalam sebuah sumur yang terletak di depan bangunan tua itu.
Sumur dan bangunan tersebut berada di Kelurahan Lengenharjo, Kecamatan Grogol, Sukoharjo. Sumur dibuat pada 1890 oleh Raden Mas Duksina atau Sri Susuhunan Pakubuwana IX, salah satu raja Kasunanan Surakarta.
Di sinilah kemudian beberapa generasi kerajaan Kasunanan Surakarta menghabiskan waktunya untuk bersantai, menikmati hangatnya mandi air panas yang berasal dari mata air panas dalam sumur. Warga pun menyebutnya dengan pemandian air panas Lengenharjo.
Menurut cerita warga setempat, Lengen berarti tempat bersenang-senang sedang Harjo artinya sejahtera atau baik. Dulu pemandian ini juga dibuka untuk umum.
Sayangnya saat ini pemandian tersebut kondisinya sangat memprihatinkan hingga tak dapat lagi digunakan. Rabu (31/8) siang, Republika mengunjungi tempat bersejarah itu.
Kesan kumuh sudah nampak saat memasuki gerbang pemandian. Dinding gerbang berlumut bahkan catnya mengelupas.
Di halaman depan menuju tempat pemandian, sejumlah patung hewan mengalami kerusakan parah, sampah berserakan bahkan ditemukan beberapa botol minuman keras. Sementara, ada delapan kamar mandi air panas yang terdapat di dalam bangunan tua bercat hijau.
Tapi tak satu pun yang bisa digunakan. Sebab, selain ruangannya kotor, air panas yang berasal dari sumur pun sudah tak mengalir lagi.
Menurut petugas pemandian Lengenharjo, Sunarno (56 tahun) pipa penyambung yang mengalirkan air dari sumur ke tiap bak mandi mengalami kebocoran sejak beberapa tahun lalu. “Kondisinya memang seperti ini, airnya juga sudah tak panas lagi. Di sini sekarang lebih sering digunakan oleh warga untuk kontes burung,” kata Sunarno.
Tak hanya tempat mandi, ruang ganti pakaian yang merupakan proyek inpres bantuan pembangunan daerah tingkat II Kabupaten Sukoharjo pun rusak. Saat ini, ruang ganti pakaian sudah tak memiliki pintu bahkan di dalam ruangan penuh sampah dedaunan.
Sedang kolam mandi air dingin yang terdapat di sebelahnya tertutup oleh tumbuhan merambat. Bangunan peristirahatan para raja dan permaisuri yang berada tak jauh dari pemandian juga tak kalah memprihatinkan.
Tiga ruangan yang terdapat ranjang para permaisuri raja penuh debu. Saat ini bangunan tersebut kerap digunakan sejumlah warga untuk bersemedi.
Sunarno mengatakan terbengkalainya pemandian dan peritirahatan raja di Lengenharjo sebagai imbas tarik menarik pengelolaan antara Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dengan Keluarga Kraton Surakarta. “Dari Kraton inginnya penelolaan tetap sama keluarga tapi karena belum ada modalnya sampai sekarang belum ada pembenahan, Pemkab jua tidak berani ambil alih karena tidak ada izin dari kraton,” tuturnya.
Pengageng Kraton Surakarta KPH Eddy Wirabhumi mengungkapkan revitalisasi bangunan pemandian dan peristirahatan raja di Lengenharjo telah lama direncanakan. Namun, Eddy mengaku anggaran untuk perbaikan belum terkumpul.
“Pengelolaannya itu memang kami, harapannya 2017 bisa dimulai untuk pembenahannya meski belum bisa seluruhnya. Kalau dihitung itu kemarin saja bertahap totalnya 10 juta,” tuturnya.