Kamis 01 Sep 2016 13:07 WIB

Batas Waktu Perekaman E-KTP Dinilai Perlu Kajian Ulang

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Angga Indrawan
Warga mengantre untuk membuat E-KTP di Kelurahan Mampang Pela, Jakarta Selatan, Rabu (31/8). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga mengantre untuk membuat E-KTP di Kelurahan Mampang Pela, Jakarta Selatan, Rabu (31/8). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar Kependudukan & Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Sukamdi menuturkan, kebijakan batas waktu rekam e-KTP harus dikaji kembali. Menurutnya, masih ada warga yang menghadapi persoalan akses karena berada di wilayah yang sulit dijangkau seperti di perbatasan maupun pelosok atau perdalaman. 

Mereka bahkan harus mengeluarkan ongkos transportasi yang tidak sedikit, meski biaya pendaftaran e-KTP gratis. Ia mengatakan, proses merekam data hingga pencetakan e-KTP sendiri masih bermasalah. Seperti blangko kurang, mesin rusak, sampai pelayanan yang lama. 

"Ini adalah PR pemerintah sehingga konsekuensi yang harus ditanggung warga akibat tenggat waktu tadi cenderung melanggar. Hak konstitusionalnya dihilangkan," kata Sukamdi.

Ia berpendapat, jika mekanisme tenggat waktu masih diterapkan, jangan sampai bentuk disinsentif atau konsekuensi yang diterima warga malah menghilangkan hak mereka. Bentuk disinsentif yang bisa ditekankan misalnya, pada prosedur yang lebih banyak atau panjang apabila belum mendaftar e-KTP hingga melebihi tenggat waktu.

Surat edaran mendagri pun akan lebih baik apabila fokus pada upaya-upaya memperbesar kemampuan pemerintah  dalam memberikan layanan administrasi. Misalnya, kelonggaran pendanaan atau budgeting oleh pemda, gerakan jemput bola dan memperluas penggunaan alat baca e-KTP atau card reader.

Menurutnya, hal ini yang sering luput dari perhatian. Karena penggunaan e-KTP tidak bisa maksimal apabila card reader belum tersedia. Pemerintah sudah harus menentukan pihak atau unit layanan apa saja yang bisa menggunakan card reader. Bagaimanapun, pemerintah harus bertanggung jawab untuk melindungi kerahasiaan data penduduk.

“Peraturan seperti surat edaran dari pusat sifatnya generik. Pada implementasinya pemda kabupaten/kota sebaiknya diberikan diskresi atau keleluasaan untuk menerjemahkan kebijakan generik ke dalam keputusan-keputusan yang lebih responsif terhadap kondisi wilayahnya," Sukamdi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement