Jumat 02 Sep 2016 06:34 WIB

Thailand Lanjutkan Pembicaraan Damai dengan Kelompok Separatis

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Polisi Thailand memeriksa puing-puing bekas ledakan bom di Bangkok , Thailand , Selasa, (18/8).
Foto: APSakchai Lalit
Polisi Thailand memeriksa puing-puing bekas ledakan bom di Bangkok , Thailand , Selasa, (18/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah Thailand mengadakan pembicaraan dengan gerakan separatis yang berpusat di wilayah selatan negara itu, Kamis (1/8). Pembicaraan yang dilakukan disebut untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.

Separatis yang tepatnya berpusat di Provinsi Yala, Pattani, dan Narathiwat itu selama ini kerap disalahkan untuk serangkaian bom yang erjadi di beberapa kota Thailand bulan lalu. Setidaknya empat orang tewas dan puluhan terluka dalam peristiwa itu.

Hal ini karena separatis sebelumnya pernah melakukan pemberontakan pada 2004 terhadap kaum Buddha, mayoritas agama di Thailand. Sebelumnya, pembicaraan pernah dilakukan pada 2013. Namun, sejak militer menggulingkan pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, hal ini sempat terhenti.

Setelah pembicaraan dilakukan, negosiasi juga akan dilanjutkan di Malaysia. Menterti Pertahanan Thailand Prawit Wongsuwan mengatakan negara itu akan menjadi pihak penengah perundingan.

"Para separatis harus menunjukan itikad baik untuk mengakhiri kekerasan," ujar Aksara Kerdhpol, kepala negosiator Pemerintah Thailand, Kamis (1/9).

Meski demikian, salah satu pengamat keamanan di Bangkok bernama Anthony Davis menilai kesepakatan gencatan senjata mungkin sulit dilakukan. Hal itu karena selama ini terlihat kelompok tersebut kerap meninggalkan perundingan.

Tiga provinsi yang didominasi Muslim pada awalnya merupakan bagian dari Malaysia. Namun, lebih dari satu abad lalu Thailand telah menganeksasi dan menjadikan wilayah-wilayah di dalamnya menjadi bagian dari negara.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement