REPUBLIKA.CO.ID, AUCKLAND -- Ketua Bidang Perdagangan dan Ekonomi Asosiasi Industri Daging Selandia Baru Sirma Karapeeva mengatakan, mayoritas industri pemotongan sapi dan domba di Selandia Baru memiliki sertifikasi halal. Sementara itu, hanya sebagian kecil tempat pemotongan hewan yang tidak bersertifikat halal dan biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
"Sertifikasi halal memberikan fleksibilitas bagi industri pemotongan sapi maupun domba untuk memenuhi pasar ekspor di dunia," ujar Sirma dilansir New Zealand Herald, Jumat (2/9).
Menurut Sirma, sertifikasi halal untuk industri pemotongan hewan dapat memberikan nilai tambah terutama untuk produk karkas. Selain itu, pangsa pasar karkas halal lebih besar ketimbang yang non halal.
Menteri Ketahanan Pangan Selandia Baru Jo Goodhew mengatakan, permintaan pasar global untuk produk-produk halal semakin meningkat. Pada 2014, Selandia Baru mengekspor 209.600 ton daging halal ke 76 negara. Jumlah tersebut melonjak ketimbang pada 2003 yang mengekspor 103 ribu ton daging halal ke 51 negara.
"Daging merah menyumbang 13 persen dari total ekspor Selaindia Baru yakni 6,65 miliar dolar AS," ujar Jo.
Pangsa pasar makanan halal di seluruh dunia meningkat secara drastis dalam dekade terakhir. Makanan halal menyumbang 16 persen dengan nilai 600 juta dolar AS dari total industri pangan global. Jo mengatakan, sejumlah merek global seperti Masterfoods, Cadbury, dan Nestle juga sudah mulai bersertifikat halal.
Jo menambahkan, sertifikasi halal tidak menjadi suatu kewajiban di Selandia Baru. Hal ini merupakan keputusan masing-masing industri, terutama yang berorientasi ekspor.