REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus prostitusi gay yang mengeksploitasi 99 anak di Bogor semakin membuka tabir fenomena kejahatan seksual anak melalui media online (daring). Penggunaan media daring yang tidak terawasi ini, berdampak besar terjadinya viktimisasi atau pengorbanan anak melalui prostitusi di dunia maya.
Pakar Kriminolog Anak Universitas Indonesia (UI), Romany Sihite mengatakan fenomena viktimisasi anak melalui prostitusi, bukan hal yang baru. Faktor kerentanan anak di Indonesia yang belum tertanggulangi secara baik, membuat eksploitasi anak berkembang menjadi multidimensi, termasuk di antaranya prostitusi gay daring di bogor.
"Media online yang jamak digunakan anak saat ini mempercepat proses viktimisasi tersebut, melalui pola komunikasi mereka di dunia maya dan media sosial," kata Romany kepada Republika.co.id, Jumat (2/9).
Dosen pengajar Viktimologi Anak di Fakultas Kriminologi UI ini memaparkan sebenarnya kelompok gay sudah mulai menyebar di Indonesia sejak era 1980an dan 1990an. Namun seiring perkembangan zaman mereka mencari korban dengan tingkat kerentanan serta kelemahan yang lebih besar seperti anak di bawah umur.
Anak memiliki faktor kerentanan sosial yang lebih besar, dari segi risiko fisik, psikologis dan sosial. Secara struktur mereka lebih inferior dibandingkan orang dewasa. Apalagi anak yang memiliki masalah keluarga dan lingkungan sosial, sedangkan saat ini rata-rata mereka memiliki gadget dan akun media sosial pribadi.
"Mereka memiliki perangkat teknologi pribadi. Punya HP android, punya Tablet sendiri, itu mempermudah komunikasi dengan calon predator. Dan Predator juga melihat kesempatan cepat perubahan sosial anak saat ini," tambahnya.
Karena itu, ia berharap setiap aktivitas anak di media daring dan perangkat teknologi sudah sepatutnya dalam pengawasan dan sepengetahuan orang tua atau keluarga. Keluarga harus lebih dini mengetahui semua aktivitas terbaru dalam perangkat gadget anak, termasuk aplikasi dan isi akun media sosialnya.
"Ini semua harus dikontrol oleh orang tua dan keluarga, apakah posisinya perangkat, aplikasi komunikasi atau akun media sosial itu berdampak positif atau sebaliknya," ujar Romany.