REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan pemberian dana aspirasi DPR dalam APBN 2017 nanti masih bergantung pada kondisi keuangan negara. Sebab, kondisi keuangan negara akhir-akhir ini terpengaruh oleh perekonomian dunia yang juga tengah melemah.
“Kan baru mulai dibicarakan sebulan ini. Tapi 2017 tentu kondisi keuangan negara tentu tidak sebaik tahun-tahun lalu di mana pun di dunia ini sama karena ada masalah global,” kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (2/9).
Ia menjelaskan, dana aspirasi merupakan anggaran yang digulirkan oleh DPR sendiri untuk menyelenggarakan suatu program tertentu. Menurutnya, jika program yang diajukan itu baik dan bermanfaat dan terdapat cukup anggaran negara, maka tentunya program tersebut dapat disetujui.
“Jadi dana aspirasi itu dana yang digulirkan DPR sendiri, pada intinya itu kan menunjuk pada satu proyek, jadi pemerintah memperlakukan seperti hal-hal biasa saja. Kalau memang diusulkan pada proyek tertentu kalau dananya cukup, tentu kalau itu baik program itu disetujui. Kalau tidak sesuai perencanaan tentu tidak,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra), Yenny Sucipto menolak adanya dana aspirasi DPR dalam APBN 2017. Menurutnya, dana aspirasi tersebut sangat rawan diselewengkan.
Yenny mengatakan, dana aspirasi biasanya mendompleng dana transfer ke daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus Fisik Infratruktur.
"Dana aspirasi merupakan dana siluman yang harus segera diberantas karena sumber korupsi," kata Yenny, Kamis (1/9).
Yenny mengatakan, dalam APBNP 2016, dana tranfer ke daerah sangat besar, yakni melebihi anggaran Kementerian senilai Rp 276,3 triliun. Semua dana itu diduga didomplengi oleh kepentingan politik dan rente. Jika 7-8 persen untuk transaksi korupsi, maka setahun sekitar Rp 22,8 triliun lenyap untuk elite dan pengusaha.