Jumat 02 Sep 2016 17:28 WIB

Hakim Beda Pendapat dalam Perkara Suap PT Brantas ke Kejati DKI Jakarta

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Majelis Hakim Tipikor tengah mengadili seorang terdakwa kasus korupsi.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Majelis Hakim Tipikor tengah mengadili seorang terdakwa kasus korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, memvonis bersalah Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya, Sudi Wantoko hukuman tiga tahun penjara dan Manajer Senior Pemasaran PT Brantas Abipraya, Dandung Pamularno 2,5 tahun penjara. Majelis berpendapat kedua terdakwa bersalah terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam hal ini penyuapan.

Namun, terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari dua anggota majelis hakim yang menangani kasus tersebut, yakni Hakim Casmaya dan Edy Supriono. Kedua hakim menilai perbuatan dua terdakwa masuk dalam pasal percobaan suap. Mereka juga sepakat dengan Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dakwaan alternatif kedua yang mengandung Pasal 53 ayat 1 KUHP atau pasal tentang percobaan penyuapan.

Dalam dakwaan tersebut, Sudi, Dandung dan Marudut didakwa melakukan percobaan suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu, melalui perantara Marudut. "Bahwa dalam pertemuan Marudut, Sudung dan Tomo, tanggal 23 Maret 2016, tidak terdapat kesepakatan atau meeting of mind mengenai akan dilakukannya pemberian uang, dengan maksud untuk menghentikan penyelidikan," ujar Hakim Casmaya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/9).

Casmaya menilai, rencana pemberian uang sebesar Rp 2 miliar kepada Sudung dan Tomo berawal dari inisiatif dan persepsi Marudut. Menurutnya, Marudut salah mempersepsikan kata-kata Tomo yang menyatakan bersedia membantu pengurusan perkara korupsi PT Brantas yang sedang ditangani Kejati DKI Jakarta.

Dengan demikian, menurut Casmaya, perbuatan Sudi, Dandung dan Marudut belum bisa dikatakan sebagai perbuatan memberi atau menerima, tapi perbuatan permulaan pelaksanaan suap. Begitu pun halnya dengan, Hakim Edy Supriono yang menilai perbuatan terdakwa belum dikategorikan sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan suap.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement