Islam Warisan Hingga Ubun-Ubun Disentuh Iblis
Oleh: Erie Sudewo, Pendiri Dompet Duafa
Soal warisan, saya tulen Indonesia. Saya kebagian yang warna kulit sawo busuk. Ciri lain, makan saya tak lepas dari karbohidrat. Makan pagi, siang, dan malam sama. Pagi nasi goreng ayam. Siang nasi goreng teri. Malam nasi goreng kambing. Nasinya sama, digoreng. Lauknya beti.
Ciri utama, saya masuk warga mayoritas. Alias begitu lahir, tiba-tiba saja sudah Islam. “Islam warisan”. Menyesal? Nggak duooonk. Malah bersyukur banget. Lho kenapa? Yang mumin paham jawabnya. Yang muslim belum tentu. Muslim mumin, telek bedanya. Next, kita diskusi bedanya. Sekarang fokus “Islam warisan”.
Baptis seperti di belahan sebelah, tak pernah ortu paparkan. Jadi, tak ada. Cuma prosesinya ada. Begitu lahir, telinga kanan diadzani. Yang kiri, qamat. Tampaknya sepele. Cuma adzan dan iqomat. Tapi esensinya, itu menyangkut perjalanan anak manusia.
Dalam suatu pengajian, ustadz saya tanya: “Siapa pertama yang memegang kepala bayi saat dilahirkan?” Spontan jamaah menjawab: “Bidan, dokter”. Atau siapapun yang bantu kelahiran”. Ustadz gelengkan kepala.
“Iblis!” Jawab ustadz mengejutkan. Tak pernah terbayang. Ternyata iblis yang pertama menyentuh ubun-ubun tiap bayi lahir. Ini jawaban mengapa perlu adzan dan qamat di telinga bayi.
Jika bapaknya koruptor? Ustadz saya bilang tak usah dimaki. Doakan saja. Kasihan mereka. Kenapa Bro? Diamanapun dan kapanpun, iblis sudah jadi penguasa di keluarga mereka.
Rerata kita, eh maaf, saya maksudnya, Islam saya Islam tradisi. Saya Islam karena emak bapak, kakek nenek, mbah, engkong dan para datuk tua semuanya Islam. Saya peluk Islam tak sengaja. Sadar-sadar sudah Islam. Islam saya bukan atas kesadaran atau pilihan hati.