REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penunjukkan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dinilai sejumlah pihak sebagai upaya bargaining politik Presiden Joko Widodo menuju Pemilu Presiden 2019 mendatang.
Salah satunya diungkapkan, Guru Besar Universitas Pertahanan Prof. Dr. Salim Said. Menurut Said penunjukkan Budi Gunawan untuk memperkuat dan mengamankan posisi Jokowi di Pemilu 2019 mendatang.
"Saya tidak bisa mengatakan kental. Tapi saya nggak bantah sinyal itu. Menurut saya, biasa aja itu, dalam keadaan presiden membutuhkan dukungan, dia harus melakukan bargaining," kata Salim dalam diskusi Perspektif Indonesia bertajuk 'Ini Dia Kepala BIN Baru' di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/9).
Menurutnya, bargaining politik merupakan hal yang biasa dilakukan untuk mengamankan kekuasaan dengan cara mempertukarkan kekuasaan. Begitu pun halnya dengan bargaining politik yang dilakukan Jokowi dari penunjukkan Budi Gunawan menjadi Kepala Badan Intelijen Negara tersebut.
Salim menila hal tu lantaran sosok Budi Gunawan yang sering disebut dekat dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Sementara Jokowi merupakan presiden yang diusung PDI-P pada pemilu sebelumnya.
Baca juga, Jokowi Resmi Usulkan Budi Gunawan Jadi Kepala BIN.
"Jokowi harus canggih mengatur agar kekuatannya bertambah dan sedikit mungkin antagonisme antara dia dengan kompetitornya, dalam rangka bargaining ini saya dapat apa, you dapat apa. And that's politic," kata Salim.
Hanya saja, Salim mempersoalkan jika jabatan tersebut disalahgunakan untuk kepentingan segelintir pihak. Karena itu, Salim meminta DPR untuk mengawasi kekhawatiran publik agar tidak terjadi politik 'dagang sapi' dalam penunjukan pengganti Sutiyoso tersebut.
"Masalahanya kalau nanti ada penyalahgunaan kekuasaan tergantung rakyatnya, tergantung masyarakat. DPR mewakili masyarakat. Kalau DPR tidak melakukan apa-apa, BIN seperti itulah jadinya," kata dia.