REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kapolres Rokan Hulu AKBP Yusuf Rahmanto menyebutkan, warga masyarakat adat di Kabupaten Rokan Hulu mengajukan beberapa permintaan sebelum akhirnya melepaskan tujuh penyidik yang mereka tahan.
Permintaan warga diantaranya adalah ingin bertemu dengan perwakilan pemerintah untuk membicarakan kebakaran yang terjadi di lahan mereka. Selanjutnya, mereka meminta agar media meralat informasi bahwa mereka membakar lahan untuk perluasan perkebunan yang faktanya mereka telah memiliki sawit produktif.
Kemudian menyatakan ke penyidik bahwa PT APSL merupakan pelaksanan teknis yang diminta masyarakat untuk membantu mengembangkan perkebunan sawit di lahan masyarakat. Poin selanjutnya mereka menyatakan bahwa benar perkebunan KTNA berada di tanah adat serta permintaan terakhir meminta pemerintah memberikan jawaban lima hari terhitung sejak hari ini.
"Intinya warga mempertanyakan ke penyidik kenapa lahan mereka disegel. Padahal, warga mengaku sebagai korban dalam kebakaran itu. Untuk itu warga menahan penyidik," ujar Yusuf, Sabtu.
Meski begitu, Yusuf mengatakan terkait kebakaran di lahan masyarakat tersebut polisi terus melakukan penyelidikan. Yusuf menyebut lahan yang terbakar di lahan masyarakat itu mencapai 180 hektare.
Sebelumnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau juga menyatakan mendalami kebakaran lahan di lokasi PT APSL. Kasubdit IV Ditkrimsus Polda Riau menyebut total luas lahan yang terbakar di PT APSL dan milik warga sekitar perusahaan perkebunan itu mencapai 800 hektare.