REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Omzet penjualan tembakau di wilayah Kabupaten Garut mengalami penurunan. Selain itu, sejumlah petani juga mengalami penurunan produksi. Salah satu faktor penyebab menurunnya produksi karena kondisi cuaca tidak menentu.
Penasihat Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Garut, Endang Solihin mengatakan umumnya tembakau ditanam pada Maret. Pada Agustus dan September biasanya sudah habis dipanen dan dijual. Namun pada tahun ini, sejumlah petani tembakau menghadapi permasalahan penjualan.
"Biasanya ada pembeli dari Jawa yang membeli tembakau basah, tapi kemarin para pembeli dari Jawa tidak ada," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (9/4)
Ia menerangkan, sejumlah petani tembakau memperkirakan, para pembeli dari Jawa akan membeli setelah tembakau dikeringkan. Akan tetapi, musim kemarau yang diperkirakan akan segera tiba, ternyata sampai saat ini masih sering terjadi hujan. Penjualan pun menurun sehingga omzetnya berkurang.
Petani tembakau di Desa Mekarjaya, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Endang mengatakan, saat ini kondisi cuaca sedang tidak menentu. Seharusnya sudah kemerau, tapi kerap turun hujan. Akibatnya berpengaruh kepada produksi tembakau.
Ia mengatakan, lahan tembakau yang digarapnya seluas 3.500 meter persegi. Menurutnya, dari luas lahan tersebut hanya mampu panen tembakau basah sebanyak 4 ton. Padahal, normalnya bisa menghasilkan 7 ton. Endang mengaku, dari hasil panen tembakaunya, hanya mendapatkan uang sekitar Rp 7 juta. Berbeda dengan tahun lalu saat harga jualnya tinggi.
"Tahun kemarin saya mendapatkan Rp 25 juta lebih, tahun ini hanya sekitar Rp 7 jutaan" ujarnya.
Selain produksi panen yang turun, menurutnya harga jual tembakau basah di tengkulak juga sedang turun. Petani tembakau pada musim panen kali ini cukup memprihatinkan karena tingkat kerugian yang cukup besar.