REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebaiknya turun tangan ikut menyelesaikan kasus salah satu siswi SMAN 4 Bandung, berinisial DPR yang mendapatkan nilai nol di rapor.
Pasalnya tindakan sekolah tersebut termasuk dalam klasifikasi perlakuan tindakan kekerasan psikis terhadap anak yang diatur pada Undang-Undang Perlindungan Anak. (Baca: Diberi Nilai Nol di Rapor, Sejumlah Siswa tak Naik Kelas)
"Dengan adanya dugaan telah terjadi kekerasan terhadap anak maka sudah sepatutnya KPAI turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap pelaku baik kesalahan atas nama pribadi maupun jabatan," ujar Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.
Menurut tim kajian FSGI, pemberian nilai nol kepada peserta didik oleh guru matematika SMAN 4 Bandung sangat memprihatinkan dan telah mencemarkan nama baik guru Indonesia. Pasalnya dari komponen data kehadiran mengikuti pembelajaran di sekolah, pengumpulan tugas, serta memperoleh nilai 50, maka siswa tidak mungkin bernilai nol.
"Ada dugaan yang kuat telah terjadi kesalahan dalam proses dan ssstem pengolahan nilai," kata Retno.
Untuk itu selain KPAI, kata dia,dalam persoalan ini sudah saatnya Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia, Inspektorat Provinsi Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat, dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat turun tangan tuntaskan kasus tersebut.
Retno menyebut guru tidak memahami dan salah tafsir kurikulum 2013 yang mewajibkan adanya proses serta analisa penilaian kepada siswa secara portofolio dengan melihat dan memperhatikan siswa sebagai individu dan pribadi unik dan berbeda dengan siswa lainnya.
Siswi tersebut, kata Retno, menderita sakit dan memerlukan perawatan dokter, serta pernah memperjuangkan sekolah menjadi peserta olimpiade biologi. Menurut dia hal ini seharusnya menjadi indikator adanya pertimbangan fleksibel, kemudahan dan rasa maklum apabila pengumpulan tugasnya dapat disusulkan.
Pemberian nilai nol dan menolak memberi kesempatan mengumpulkan tugas adalah faktor utama yang menjadi penyebab dan pendorong siswi tersebut tidak naik kelas pada tahun pelajaran 2015/2016.
"Kesalahan proses pelayanan, sistem pengolahan nilai yang berdampak munculnya nilai nol yang berujung pada kesalahan mengambil keputusan tidak naik Kelas bagi siswa adalah termasuk perbuatan melanggar hukum dan kode etik guru," ujar Retno.