REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan Greenpeace meminta presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) bertindak tegas terkait penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang marak akhir-akhir ini.
‘’Greenpeace meminta Presiden untuk mengeluarkan perintah tegas terhadap upaya penegakan hukum terkait kebakaran hutan yaitu mendukung dan mengharapkan kerja maksimal dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Kepala Kepolisian Indonesia Jenderal Tito Karnavian,’’ kata Juru kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Yuyun Indradi, Senin (5/9).
Dia menambahkan, hukum harus ditegakkan untuk mencegah kebakaran, bukan hanya mencakup sanksi pidana, tetapi juga perdata dan administratif. Sehingga, Jokowi harus segera perintahkan kepolisian dan kementerian terkait untuk meningkatkan kerja sama.
"Mereka harus memastikan perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum tersebut mendapat sanksi terhadap kejahatan yang dilakukan, termasuk secara administratif dan membayar kerugian yang sesuai,’’ ujarnya.
Pihaknya juga meminta Mahkamah Agung harus memastikan para hakim yang ditunjuk untuk menangani kasus kebakaran hutan, memiliki rekam jejak yang bersih serta memiliki kapasitas dalam kasus-kasus lingkungan.
Selain itu, Komisi Yudisial dan Menteri Hukum dan hak asasi manusia harus mengawasi kasus-kasus tersebut untuk memastikan keterbukaan dan keadilan. Sehingga, dengan upaya tersebut tidak membuka peluang bagi para pengusaha lokal untuk mempengaruhi dan melakukan tindak korupsi dalam proses hukum.
Ia menambahkan, masyarakat Indonesia menanggung beban berat dari krisis kebakaran dan asap, tapi di sisi lain dapat berperan penting untuk mengakhiri krisis tersebut dengan turut memantau kerusakan hutan dan gambut yang terjadi.
Masyarakat lokal, media dan LSM dalam posisi memberikan saran kepada para penegak hukum. Selain itu, menyerukan kepada perusahaan-perusahaan bahwa mereka tidak bisa lepas dari perhatian publik, ketika kebakaran terjadi di lahan mereka.
‘’Bagaimana pun, ini hanya bisa terjadi jika pemerintah merevisi kebijakan terkait keterbukaan data dan informasi penting kehutanan yang dikecualikan. Selain itu, membuka akses masyarakat terhadap peta dan data tentang siapa saja yang menguasai lahan,” katanya.