REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) meminta pemerintah mengusut dugaan keterlibatan mafia gas sehingga harga gas melambung tinggi.
“Kita minta pemerintah mengusut siapa dibalik tingginya harga gas ini,” ujar Ketua Bidang Energi BPP Hipmi Andhika Anindyaguna di Jakarta, Senin (5/9).
Hipmi menduga harga gas di Indonesia dikuasai oleh mafia gas. Sebab, kata dia, meski Indonesia tercatat sebagai produsen gas,harga gas di Tanah Air jauh lebih mahal dari harga gas dari negara-negara pengimpor gas dari Indonesia. “Pasti ini ada yang salah,” kata Andhika.
Andhika mengatakan harga gas di sisi hulu hanya sekitar 4 dolar AS per metric british thermal unit (MMBTU). Namun gas yang dijual ke industri saat ini mencapai 9 dolar AS per MMBTU.
Harga gas naik sampai dua kali lipat ketika sampai di industri. Tak hanya itu, indikasi keterlibatan mafia gas kian kuat, sebab walaupun sejak September 2015, pemerintah telah berjanji akan menurunkan harga gas, hingga saat ini hal tersebut belum juga teralisasi.
Andhika mengatakan, harga gas untuk industri di Indonesia jauh lebih lebih mahal daripada di Singapura dan negara tetangga lainnya di Asean dan Asia. Negara-negara tetangga tersebut menjual gas 4-5 dolar AS per MMBTU di Singapura. Sedangkan di Indonesia lebih mahal berkisar 9-14 dolar AS per MMBTU.
Andhika mengatakan daya saing industri melemah sebab komposisi harga gas cukup signifikan dalam menentukan biaya produksi. Industri keramik misalnya harga gas berkontribusi hingga 25 persen atas biaya produksi.
Kemudian disusul industri kaca dan botol, makanan dan minuman, kertas, baja, tekstil dan bahkan industri pupuk hingga 70 pesen. ‘’Melambungnya harga gas dan energi akan mengancam program industrilisasi nasional,’’ ujarnya.