REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Yan Anton Ferdian telah resmi ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (5/9) kemarin.
Ia disangkakan menerima suap Rp 1 Miliar terkait pengadaan proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin untuk keperluan menunaikan ibadah haji.
Harta kekayaan Yan sendiri berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang terakhir ia laporkan per 31 Maret 2014, seperti diakses di laman acch.kpk.go.id total berjumlah Rp 1,89 miliar.
Jumlah ini menurun, dibandingkan LHKPN yang ia laporkan dua tahun sebelumnya per 31 Desember 2012 yakni Rp 2,29 miliar. Harta kekayaan Yan terdiri dari harta bergerak dengan tidak bergerak. Harta bergerak miliknya yang terdiri dari alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp 1,02 miliar pada 31 Maret 2014, yakni dua mobil Toyota Alphard dan Mitsubishi Pajero. Berbeda dari dua tahun sebelumnya 31 Desember 2012 yang berjumlah 1,3 miliar.
Sedangkan harta bergerak lainnya berupa logam mulia hasil sendiri perolehan 2010 (penambahan data baru) yang dilaporkan pada 31 Maret 2014 sebesar Rp 162 juta. Giro dan setara kas lainnya pada 31 Desember 2012 sebesar Rp 511 juta, dan menurun pada 31 Maret 2014 yakni 301 juta.
Sementara, harta tidak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan hanya satu item. Yakni, tanah dan bangunan 824 meter persegi dan 160 meter persegi di Kota Palembang, yang berasal dari hasil sendiri perolehan 2013 (perubahan atas data yang dilaporkan sebelumnya) Rp 405 juta.
Laporan harta ini ditetapkan KPK pada 7 Mei 2014 yang ditandatangani Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya H Harefa dan Pelaksana Harian Deputi Pencegahan KPK Roni Dwi Susanto.
Diketahui, Yan dilantik menjadi bupati sejak 2013. Sebelum menjadi bupati, pria kelahiran Bandar Lampung 2 Januari 1984 ini pernah duduk sebagai anggota DPRD Banyuasin. Ia juga merupakan anak dari mantan Bupati Banyuasin, Amiruddin Inoed.
Diketahui, Yan sebagai tersangka suap, KPK juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka. Mereka, yakni Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Banyuasin Umar Usman, Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pemkab Banyuasin Darus Rustami, Kasie Pembangunan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin Sutaryo, dan satu orang pengepul bernama Kirman, serta pemilik CV Putra Pratama, Zulfikar Muharam yang merupakan pemberi suap.
Yan Anton diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Zulfikar dengan menjanjikan proyek-proyek di Disdik dan dinas lainnya. Diduga, Yan turut melibatkan para anak buahnya dalam ijon proyek-proyek berujung suap tersebut.
Atas perbuatan kelimanya, KPK menjerat Yan Anton, Umar, Darus, Sutaryo, dan Kirman selaku penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebegaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 5 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Zulfikar selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.