REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilik Agung Sedayu Grup, Sugianto Kusuma alias Aguan membantah menjanjikan Rp 50 miliar kepada anggota DPRD DKI Jakarta. Berikut adalah tanya jawab JPU dengan Aguan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor, Rabu (7/9).
"Ada saudara menjanjikan pemberian Rp 50 miliar terkait pembahasan perda?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald F Worotikan.
"Tidak ada," jawab Aguan yang menjadi saksi untuk mantan Ketua Komisi D dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi yang didakwa menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan RTRKSP dan melakukan pencucian uang sebesar Rp 45,28 miliar.
"Di PIK (Pantai Indah Kapuk) itu ada dibahas mengenai jalannya pembahasan perda di DPRD DKI?" tanya jaksa Ronald lagi.
"Tidak ada, tidak pernah dengar," jawab Aguan.
Hal itu berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Grup), Budi Nurwono yang menyatakan ada pertemuan di rumah Aguan di PIK pada Januari 2016. Dalam BAP itu, Aguan disebut menyanggupi permintaan Rp 50 miliar dari anggota DPRD DKI Jakarta.
Dalam BAP nomor 18, Budi mengaku pada sekitar Januari 2016 ia ikut pertemuan di rumah Aguan di Pantai Indah Kapuk yang dihadiri oleh Aguan, Budi, mantan Ketua Komisi D dari DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Ariesman. Saat itu, menurut Budi, Aguan mengatakan, untuk membahas percepatan raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP), DPRD mengatakan agar menyiapkan Rp 50 Miliar. Budi mengatakan Aguan menyanggupi sebesar Rp 50 miliar untuk anggota DPRD DKI Jakarta kemudian Aguan bersalaman dengan seluruh yang hadir.
Namun menurut JPU KPK, dalam perkara Ariesman, Budi Nurwono mencabut keterangan di BAP No 18 tersebut, surat pencabutan keterangan dikirimkan tiga kali kepada KPK. Surat ditandatangani Budi di atas materai dan dibenarkan melalui keterangan notaris di Singapura. Surat tersebut juga sudah disahkan Kantor Kedutaan Indonesia di Singapura.
Alasan pencabutan surat adalah karena Budi tidak mau memfitnah dan merusak citra orang lain, Budi sedang sakit dan takut menimbulkan dosa. Ia juga mengaku tidak pernah mengikuti pertemuan di Pantai Indah Kapuk, dan tidak mengetahui adanya permintaan uang.
"Pak Budi Nurwono pernah dengar mengenai kontribusi tambahan, yang mengusulkan saya rasa itu antara Pemprov dan DPRD karena mungkin DPRD merasa tidak ada payung hukum jadi mereka minta (kontribusi tambahan diatur) di pergub. Perkara ini sangat 'simple', perusahaan-perusahaan reklamasi kan bekerja sama dengan pemprov, PKS (perjanjian kerja sama) itu lebih cukup dan cantumkan saja di PKS agar lebih jelas," kata Aguan.
"Apakah Pupung (Manajer Perizinan Agung Sedayu Grup) mengatakan mau memberikan biaya operasional ke terdakwa?" tanya jaksa.
"Tidak ada," jawab Aguan.