REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, lantaran merasa telah mengecewakan partainya atas kasus hukum yang menjeratnya saat ini.
"Permintaan maaf kepada Ibu Megawati karena sudah mengecewakan beliau, meski sudah dipecat tetapi darah marhaen tetap mengalir pada tubuh ini," kata Damayanti dalam nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan enam tahun penjara oleh Jaksa pada KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (7/9).
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Brebes, sebagai daerah pemilihan Damayanti di Pemilu lalu. Dalam kesempatan itu, Damayanti juga mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya telah menerima pemberian uang suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Karenanya, ia juga telah mengembalikan uang yang ia terima kepada KPK sebagai bentuk penyesalannya.
"Saya menyesak menerima uang dari Abdul Khoir, uang sudah saya kembalikan, saya korban sistem yang sudah ada selama ini, saya baru setahun dan enggak tahu permainan komisi V DPR selama ini," ujarnya.
Lantaran itu pula, ia meminta majelis hakim memutus dengan seadil-adilnya kepada dirinya dengan segala pertimbangan. Kepada majelis, ia pun meminta majelis mempertimbangkan kondisi anak-anak yang harus ia urus dan besarkan. Tak hanya itu, Damayanti juga meminta maaf kepada kedua orang tua serta anak-anaknya atas tindakan yang dilakukannya.
Diketahui, Damayanti dituntut Jaksa KPK hukuman pidana tahun enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih setelah lima tahun selesai menjalani pidana pokok.
Jaksa menganggap Damayanti terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait dugaan suap proyek pembangunan jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Diketahui, Damayanti sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Uang sebanyak itu diberikan kepada Damayanti dengan tujuan agar Damayanti mengusahakan proyek pembangunan jalan di provinsi Maluku dan Maluku Utara masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR dan diharapkan dapat masuk dalam RAPBN KemenPUPR tahun 2016.
Atas perbuatannya, Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.