REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir aplikasi 'Grindr' yang digunakan kalangan gay untuk berkomunikasi. Pemblokiran harus segera dilakukan mengingat bahaya yang mengintai akibat aplikasi tersebut.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, pemerintah tak bisa berlama-lama menunggu alasan untuk melakukan pemblokiran. Apalagi, sudah terbukti aplikasi tersebut digunakan sebagai pintu masuk oleh tersangka 'penjual' anak untuk prostitusi gay di Bogor beberapa waktu lalu.
"Jangan tunggu sampai ada kasus, perusakan bangsa tak boleh dibiarkan," kata dia kepada Republika, Kamis (8/9).
Menurut Mu'ti, Kemenkominfo harusnya melakukan langkah pencegahan tanpa harus menunggu ada korban. Kemenkominfo harus aktif dan proaktif mengawasi semua situs yang mengarah pada tindakan menyimpang, apalagi di dalamnya ada muatan pornografi. Kalau tidak, kata dia, maka kasus seperti di Bogor bukan tidak mungkin akan merembet ke tempat lain di Indonesia.
Selama ini, Mu'ti melanjutkan, persoalan prostutusi untuk kelompok gay belum mendapat perhatian. Masyarakat dan aparat masih melihat prostitusi dan perdagangan manusia hanya terjadi pada perempuan dan anak. Padahal, prostitusi gay faktanya justru sangat mencengangkan.
Dia menambahkan, pemerintah dan aparat tidak perlu khawatir dengan jerat undang-undang kebebasan informasi untuk melakukan pemblokiran terhadap aplikasi gay. Sebab, menurutnya, fakta-faktanya sudah jelas dengan terbongkarnya kasus di Bogor yang melibatkan puluhan anak menjadi korban.
"Bahkan kalau perlu bisa menyasar dan menyisir situs lain yang berpotensi merusak moralitas masyarakat," ujar dia.
Sebelumnya, Kemenkominfo mengaku belum bisa melakukan pemblokiran terhadap aplikasi tersebut. Kepala Biro Humas Kemenkominfo Noor Iza mengatakan, Kemenkominfo sejauh ini masih melakukan pendalaman terhadap aplikasi tersebut. Ia mengaku berhati-hati dalam mengambil langkah. Sebab, kata dia, pemblokiran tak bisa dilakukan dengan gegabah.