REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya meningkatkan ranking dalam Ease of Doing Bussiness (EODB) atau kemudahan izin berbisnis, dari peringkat ke-109 menjadi ke-40. Keinginan ini ditempuh karena pemerintah merasa persoalan izin di dalam negeri saat ini mempersulit perkembangan investasi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.
Mantan Menteri Ekonomi Georgia Vera Kobalia mengatakan, perbaikan perizinan dalam suatu negara memang tidak mudah. Butuh waktu bertahun-tahun, hingga suatu negara mampu memperbaiki iklim investasi melalui kemudahanan perizinan.
"Di Georgia kami mulai melakukan perbaikan kemudahan izin dari 2006 dan baru terasa pada 2011. Peringkat kami dari 112 kini mampu berada di peringkat ke-8," kata Vera dalam diskusi Upaya Meningkatkan Posisi Indonesia Dalam Rangking EODB, di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (8/9).
Vera menjelaskan, 20 tahun yang lalu Georgia sangat kesulitan dalah hal investasi, sebab negara ini masih terbentur dengan persoalan dalam negeri termasuk perang saudara. Bahkan pada saat itu, Georgia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat korupsi tertinggi.
Namun memasuki tahun 2000-an, Georgia mampu memperbaiki kondisi ekonomi dengan menjalankan reformasi pemerintahan. Keinginan untuk maju mulai dirasakan pemerintah dan masyarakat. Segala bentuk kemudahan kemudian dibangun agar investasi dan perbaikan iklim usaha oleh UMKM juga meningkat.
Untuk Untuk perizinan bangunan yang seharusnya menempuh 87 izin, pemerintah Georgia kemudian memangkas hingga 50 izin saja. Dan ketika izin yang diminta tidak ada kejelasan selama 30 hari, maka permohonan izin tersebut diartikan telah selesai.
Dengan kemudahan tersebut, perekonomian dari dalam dan sokongan investasi dari luar negeri kemudian tumbuh da memperbaiki pertumbuhan ekonomi di Georgia.
International Doing Business Advisor of Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG) ini juga menjelaskan, jika dibandingkan dengan Georgia, Indonesia seharusnya juga bisa tumbuh baik dalam EODB. Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dipastikan bisa menarik banyak investasi baik dari investor luar dan dalam negeri.
Sayangnya, Indonesia sekarang justru masih kalah dibandingkan sejumlah negara yang memiliki karakter sama seperti Malaysia dan Filipina. Padahal seharusnya Indonesia bisa lebih baik dalam hal perizinian sehingga SDA yang ada bisa termanfaatkan secara maksimal.
Meski perbaikan kemudahan ini membutuhkan waktu, Vera menilai Indonesia tidak boleh terlalu lama dalam perbaikan ini. Sehingga Indonesia bisa survive dengan kondisi perekonomian global yang semakin terbuka.