REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, menyatakan, Turki siap melaksanakan operasi gabungan dengan Amerika Serikat di Suriah utara untuk merebut kembali kota Raqqa dari ISIS. Langkah ini akan memperkuat intervensi kedua negara di Suriah. Tapi belum ada komentar dari otoritas Amerika Serikat.
Di masa lalu, Amerika Serikat dan Turki pernah mengumumkan kebijakan bersama yang ambisius mengenai Suriah. Kebijakan itu gagal terwujud di tengah jalan karena muncul perbedaan pendapat dari kedua belah pihak.
Namun, operasi di Raqqa akan memerlukan keterlibatan Turki dan Amerika Serikat. Kendati sama-sama menentang ISIS dan Presiden Bashar al-Assad di Suriah, Amerika Serikat menempatkan prioritas yang lebih besar untuk mengalahkan ISIS. Sementara Turki lebih bertekad untuk mengusir Assad.
Selain itu, kedua negara tidak dapat mencapai kesepakatan terhadap pemberontak Kurdi. Turki memandang Kurdi sebagai musuh utamanya di Suriah, sedangkan Amerika Serikat melihatnya sebagai mitra yang paling efektif untuk melawan ISIS.
Seperti dikutip dari New York Times, Erdogan mengatakan, Presiden Obama yang lebih dulu menyarankan operasi gabungan di Raqqa. "Obama ingin melakukan beberapa hal bersama-sama mengenai Raqqa," ujar Erdogan kepada sekelompok wartawan selama penerbangannya ke Turki dari Cina, Selasa lalu (6/9).
“Ini tidak akan menjadi masalah dari sudut pandang kami. Tentara AS dan Turki dapat mendiskusikannya bersama-sama dan melakukan apa yang diperlukan," katanya.
Baca juga, Erdogan: Turki Berhak Gelar Operasi Militer di Suriah.
Pernyataan Erdogan muncul setelah keadaan di sekitar perbatasan Suriah-Turki stabil selama dua pekan ini. Turki sebelumnya terjun ke Suriah dengan pasukan darat untuk pertama kalinya.
Menggunakan tank, artileri dan pesawat tempur, Turki turut membantu koalisi AS dan pemberontak Suriah yang didukung Turki merebut daerah perbatasan dari ISIS.
Hubungan Turki-AS sedang dalam situasi pasang surut. Kendati memiliki kesamaan di Suriah, namun keduanya berseberangan soal Fethullah Gulen yang dianggap Turki dalang kudeta.