REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama masa pemerintahan kolonial, Islam di Batavia terus berkembang. Orang-orang dari berbagai suku bangsa di nusantara, seperti Sunda, Jawa, Bugis, Banjar, Banda, Bali, Ambon, dan lainnya.
Serta, para pendatang dari berbagai negeri, seperti Arab, Turki, Persia, Mesir, India, Cina, Patani (Thailand), Kamboja, dan Burma (Myanmar) berdatangan dan menetap di Batavia. Mereka tinggal di perkampungan yang terpisah, tetapi interaksi dagang dan keagamaan berjalan secara berkesinambungan di antara mereka. Bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar keseharian mereka.
Kala itu, Batavia merupakan salah satu pusat jaringan ulama di Asia Tenggara. Bahkan, pada awal abad ke-20, kota ini menjadi salah satu pusat pergerakan Islam yang penting. Batavia, bersama Singapura, menjadi tempat transit jamaah haji, pelajar, dan ulama nusantara yang hendak berangkat atau pulang dari Timur Tengah.
Keberadaan masjid-masjid tua di Jakarta menjadi saksi bisu berkembangnya gairah keagamaan di Batavia pada masa itu. Banyak masjid tua itu telah berdiri sejak abad ke-18, bahkan ada yang berasal dari abad ke-17. Dari sejumlah masjid tua di Batavia (kini Jakarta), tiga di antaranya akan kita telusuri bersama-sama.